Kamis, 19 Desember 2013

HUBUNGAN ANTARA HYGIENE GIGI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA UMUR 36-59 BULAN DI PUSKESMAS KLIRONG II



Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009

HUBUNGAN ANTARA HYGIENE GIGI DENGAN KEJADIAN
PNEUMONIA PADA BALITA UMUR 36-59 BULAN
DI PUSKESMAS KLIRONG II

Cahyu Septiwi1, Basirun2, Eli Solihatun Utmah3
1,2,3Jurusan Keperawatan STKes Muhammadiyah Gombong

ABSRACT

The pneumonia is health problem in world because the death level pneumonia desease hight, not only in proceed country but also in modern countries such as Amerca Serikat, Canada dan Eropa country. Some factors of risk pneumonia for example age, weather or climate, bad toht hygiene act.

The purpose of this research is to know sum of children under five years old that suffering pneumonia, to know the sum of child pneumonia that bad tooht hygiene.

Case Control with the approach of Retrospektive sampling. Populatian of the child 36-59 moth that suffering pneumonia in manistran Center the society Healt of Klirong II of 32 person . Analys the date with the analisys of is non parametrical statistic that is Spearman rho correlatian analys. Instrumen used check list observ of condition tooht hygiene on child under five years old.

Sum of pneumonia child that bad tooht hygiene are 17 person. The result of date analys using Spearman rho test with statistic technique is P value 0,024, show that there are correlation betwen bad tooth hygiene and occurance pneumonia in children under five tears old. Information about pneumonia is needed to mother child that suffering pneumonia to decrease occurance pneumonia in child under five years old.

Keywords: Bad tooht hygiene, Occurance pneumonia, The child under five years old.

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di negara berkembang tapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat, Canada dan negara Eropa. Di Amerika Serikat misalnya terdapat dua sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlah kematian ratarata 45.000 orang
Setiap hari hampir 300 balita di Indonesia meninggal karena radang paru
(pneumonia), Sekalipun banyak korban masyarakat hampir tidak menaruh perhatian terhadap penyakit ini, terutama di pedesaan. Padahal, penyakit ini justru paling banyak menyebabkan kematian di desadesa menurut prof dari Mardjanis Said SpA(K), ketika menyampaikan pidato pengukuhanya sebagai guru besar tetap pada Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Di Jakarta aKhir peKan lalu. Dikatakan menurut survey kesehtan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, diperkirakan



Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009

kematian balit Menurut Ali El-Solh dari University of Bufallo New York Amerika Serikat dalam penelitianya menunjukkan bahwa gigi yang kotor atau bahkan sampai terjadinya plag akan menjadi sumber bibit penyakit atau dijadikan tempat  bagi pathogen yang bisa menyebabkan penyakit pneumonia melalui proses aspirasi pathogen-patogen itu bisa masuk ke dalam paru-paru. Untuk itu Dr Ali El-Solh menyarankan agar para perawat selalu menjaga kesehatan giginya dan membantu pasien dalam pemenuhan kebersihan gigi mereka selama sakit ( Ali-El Solh, 2008).
Hasil dari studi pendahuluan didapatkan data bahwa untuk tahun 2008 terdapat pasien pneumonia sebanyak 121 balita tapi sesuai dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu tentang kebersihan gigi maka saya mengambil yang berumur 36-59 bulan sebanyak 26 responden, dan untuk memperjelas kondisi gigi yang sebenarnya pada balita-balita tersebut saya melakukan studi pendahuluan lagi kepada 6 balita yang terkena pneumonia dan didapatkan hasil”3 balita dengan kondisi gigi berlubang, ada karang dan plag gigi, ada sisa makanan yang membusuk dan ada grepes pada gigi serinya. Pada 1 responden dengan kondisi ada sisa makanan pada gigi, ada plag dan terdapat gigi grepes jadi 66% dari jumlah balita tersebut kondisi hygiene giginya buruk. Pada 2 responden 33% hygiene giginya baik.
Dari latar belakang dan data-data diatas peneliti mempunyai keinginan untuk mencari tahu apakah ada hubungan antara kejadian pneumonia dengan kondisi kebersihan gigi pada balita umur 36-59 bulan di Puskesmas Klirong II.
Dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah” Apakah ada hubungan antara hygiene gigi dengan kejadian pneumonia pada balita umur 36-59 bulan di Puskesmas Klirong II?”


METODE PENELITIAN

Penelitian ini mengggunakan uji metode case-controle pedekatan retrospektif. Pengertian korelasi dengan populasi menurut Sugianto dkk (2003) adalah keseluruhan unit individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah balita dengan penyakit pneumonia pada tahun 2008 yang datang ke puskesmas klirong II umur 36-59 bulan dan balita yang tidak menderita pneumonia umur 36-59 bulan.
Sampel pada penelitian ini adalah 52 balita, sebanyak 26 balita yang menderita pneumonia ditahun 2008 dan sebagai kontrolnya 26 balita yang tidak menderita pneumonia. Pengambilan sampel kasus dengan metode total sampling yaitu sampel diambil dari jumlah populasi seluruhnya, dan untuk sampel kontrolnya dengan metode random sampling yaitu sampel kontrol diambil secara acak



Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009  untuk balita yang berumur 36-Untuk mengetahui adanya 59 bulan. hubungan antara hygiene gigi dengan kejadian pneumonia

HASIL DAN BAHASAN
Pada balita umur 36 – 59 bulan  Hubungan Antara Hygiene Gigi digunakan uji statistik korelasi Dengan Kejadian Pneumonia Sperman Rank.
Pada Balita Umur 36-59 Bulan Tabel 1 Distribusi Frekuensi korrelasi antara hygiene gigi dengan kejadian pneumonia pada balita umur 36 – 59 bulan Variabel N % R P value Spearman’s rho Hygiene gigi 26 100% ,442* 0,024 26 100% 1,000 Pneumonia Berdasarkan uji statistik Sperman Rank dengan Program SPSS diperoleh koefisien korelasi antara higiene gigi dengan kejadian pneumonia pada balita umur 36 – 59 bulan sebesar 0,442. Angka koefisien korelasi adalah 0,442 dengan melihat nilai probabilitas (Sig) 0,024 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan kedua variabel signifikan, artinya ada hubungan yang erat antara hygiene gigi dengan kejadian pneumonia pada balita umur 36 – 59 bulan.
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 26 balita penderita pnemonia terdapat 17 balita (65%) mempunyai kondisi hygiene gigi yang buruk dan hanya 9 balita dengan pnemonia (35%) mempunyai kondisi hygiene gigi yang baik. Dari 26 balita yang tidak menderita pnemonia terdapat 18 balita (69%) dengan kondisi hygiene gigi yang baik sedangkan 8 balita (31%) mempunyai kondisi hygiene gigi buruk.

Hygiene Gigi
a.       Terdapat Sisa Makanan yang Membusuk di Gigi Terdapat 4 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi ada sisa makanan yang membusuk di gigi sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia ada 1 balita. Dalam keadaan normal, di dalam mulut terdapat bakteri. bakteri ini mengubah semua makanan (terutama gula dan karbohidrat) menjadi asam. Bakteri, asam, sisa makanan dan ludah bergabung membentuk bahan lengket yang disebut plak Kondisi gigi yang kotor dengan sisa makanan yang membusuk merupakan salah satu faktor yang bisa mencetuskan munculnya bakteri gram negative penyebab pneumonia, karena dalam waktu 48 jam jika makanan yang membusuk tersebut tidak dibersihkan bakteri penyebab pneumonia
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009 (peptostreptococus) akan muncul ( Price, 2006 ).
b.      Gigi Grepes Terdapat 12 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi ada gigi grepes sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia ada 8 balita. Gigi grepes merupakan salah satu tanda kebersihan gigi yang kurang terjaga , kebanyakan orang tua membiarkan anaknya tidur dengan kondisi mulut dengan sisa makanan yang manis “gulagulaan” kebiasaan itulah yang memicu terjadinya gigi grepes. Bakteri bacteroides, fosobakterium, dan peptostreptococus adalah spesies yang sering ditemukan diantara pasien dengan kebersihan gigi yang buruk (Price, 2006 ).
c.       Plague Pada Gigi Terdapat 15 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi ada plague pada giginya sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia ada 4 balita. Plague Merupakan kumpulan berbagai macam bakteri di atas pelikel permukaan gigi. Banyaknya plak sangat tergantung dari macam makanan dan kebersihan mulut seseorang. Pembentukan plak didahului oleh pelikel yang terdiri dari glikoprotein dari air ludah. Di atas pelikel ini akan menempel berbagai macam bakteri yang membentuk koloni Plague pada gigi merupakan salah satu faktor yang mempunyai resiko tinggi pasien akan terkena pneumonia karena bakteri spirolekta dan streptococus anaerobik adalah salah satu penduduk yangg senang dengan kondisi gigi terdapat plague (Isselbecter dkk, 2000). Plak gigi adalah suatu endapan lunak yang melekat pada permukaan gigi apabila gigi tidak dibersihkan. Plak berbeda dengan sisa makanan. Sisa makanan bisa dibersihkan cukup dengan berkumur-kumur, sementara plak tidak. Gigi tidak segera dibersihkan, bakteri yang melekat akan bertambah banyak baik jumlah maupun jenisnya, terutama bila memakan makanan yang banyak mengandung karbohidrat, seperti roti, nasi, mi, cokelat, dan lainnya. Kumpulan bakteri yang melekat pada permukaan gigi inilah yang disebut sebagai plak (Lubis, 2009).

d.      Karang Gigi Terdapat 10 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi ada karang pada giginya sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia ada 2 balita. . Karang Gigi, juga dipanggil Kalkulus merupakan longgokan berlapis keras yang boleh memerangkap kotoran pada gigi. Karang gigi adalah kondisi plague yang tidak tertangani, karang gigi sangat disenangi oleh bakteri penyebab pneumonia karena dengan tekstur yang keras akan memudahkan bakteri Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009 berkoloni lebih lama ( Isselbecter dkk, 2000). Kecepatan pembentukan karang gigi pada tiap orang juga tidak sama. Namun, rata-rata karang gigi terbentuk 2-3 bulan bila gigi tidak dibersihkan dengan cara yang tepat. Yang pasti, karang gigi merupakan tempat yang nyaman untuk menumpuknya plak. Sementara plak sendiri merupakan ‘markas’ bagi bakteri. Bau mulut terjadi karena bakteri-bakteri tersebut bukan cuma parkir di dalam plak, tetapi juga memproduksi bahan-bahan kimia penghasil bau ( Lubis, 2009).
e.       Karies Gigi/Gigi Berlubang. Terdapat 10 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi ada gigi grepes/gigi berlubang sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia ada 5 balita. Karies gigi atau kavitasi adalah daerah yang membusuk di dalam gigi, yang terjadi akibat suatu proses yang secara bertahap melarutkan email (permukaan gigi sebelah luar yang keras) dan terus berkembang ke bagian dalam gigi. Sama halnya dengan kondisi gigi yang terdapat plague, bakteri gram negative “spirolekta dan streptococus”juga merupakan penduduk yang senang dengan kondisi gigi yang berlubang jika bakteri tersebut teraspirasi ke saluran pernapasan bawah maka dapat menyebabkan pneumonia aspirasi (Isselbecter dkk, 2000). Gigi berlubang atau caries gigi sering dialami pada anak usia 2 tahun, bahkan gigi belum tumbuh semua, sudah terdapat caries gigi. Harus kita ingat bahwaanak seusia 2 tahun sangat senang makan camilan dan minum susu dengan dot, terutama menjelang tidur. Makanan camilan dan susu juga akan merangsang timbulnya plak dan akhirnya menjadi caries gigi. Mekanisme terjadi timbulnya caries gigi dimulai dengan makanan yang dikonsumsi, kemudian gigi tidak dibersihkan dengan benar sehingga permukaan gigi akan timbul penumpukan plak yang berisi kuman pembentuk asam. Bila kejadian ini berulang, terutama anak diberi susu setiap malam akan terdapat penumpukan plak, akhirnya akan timbul caries. Yang harus diingat, jaga kebersihan gigi, dan anak diajarkan sikat gigi yang benar ( Aditya, 2009 ).
f.       Mahkota Gigi Meninggalkan Akar Gigi Terdapat 2 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi ada akar gigi yang tertinggal sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia ada 1 balita. Kondisi gigi yang hanya tertinggal akarnya juga merupakan salah satu tempat dimana bakteri gram negative akan berkoloni, karena disebutkan bahwa kondisi gigi yang Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009 ompong dan jumlah bakteri gram negative dalam oral yang rendah lebih kemungkinan untuk menderita pneumonia anaerob lebih rendah (Isselbecter dkk, 2000). Infeksi di akar gigi maupun di jaringan penyangga gigi melibatkan lebih dari 350 bakteri dan mikroorganisma. Karena letak infeksinya sangat dekat dengan pembuluh darah, produk bakteri berupa toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh. Terdapat lebih dari 6 miliar mikroba tinggal dan hidup di dalam mulut, yang berasal lebih dari 500 strain yang berbeda. Yang terbanyak adalah Candida albicans, Porphyromonas gingivalis, Streptococus mutans, Actinobacillusactinomycetemc omitans, Treponema denticola, dan streptococcus sanguis. Di dalam mulut pasti terdapat bakteri, namun yang perlu dijaga adalah agar bakteri tersebut tetap dalam keadaan normal ( Aditiya, 2009 ).
g.      Peradangan Pada Gusi Terdapat 1 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi ada peradangan pada gusinya sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia tidak ada yang gusinya mengalami peradangan. Peradangan gusi merupakan kondisi dimana plague yang tidak tertangani atau dibiarkan begitu saja dan ini merupakan salah satu tanda bahwa kondisi gigi yang tidak bersih/sehat ( Darwis, 2009). Pertumbuhan Plaque/plak dipercepat dengan meningkatnya jumlah bakteri dalam mulut dan terakumulasinya ’kotoran’ bakteri dan sisa makanan. Plaque mulai terbentuk segera setelah gigi dibersihkan. Jumlah plaque yang terakumulasi dapat diukur dalam waktu ± 1 jam dan mencapai tingkat kematangan dalam waktu 1 minggu. Semakin matang plaque, semakin banyak jenis mikroorganisme yang muncul dan plaque menjadi lebih tebal yang menyebabkan peradangan gusi (Annas, 2008).
h.      Pembusukan Pada Gusi Dari ke 52 balita yang diobservasi 26 sebagai sampel dan 26 sebagai kontrolnya tidak ada yang gusinya mengalami pembusukan. Gigi berlubang yang terlanjur parah akan menyebabkan kematian saraf, gusi akan mengeluarkan nanah yang kemudian akan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Kondisi lembab dan bau sangat disenangi oleh bakteri sehingga sangat memungkinkan sekali pasien akan terjadi penyakit pneumonia anaerob ( Mansjoer, 1999 ).

SIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan penelitian di Puskesmas Klirong II mengenai hubungan antara hygiene gigi dengan kejadian pneumonia pada balita umur 36 Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009 – 59 bulan di Puskesmas Klirong II dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Dari hasil study pendahuluan didpatkan data bahwa balita yang menderita pneumonia di tahun 2008 umur 36-59 bulan sebanyak 26 balita di wilayak kerja puskesmas kilirong II.
2.      Dari 26 balita yang menderita pnemonia yang diamati ternyata 17 balita (65%) memiliki kondisi hygiene gigi yang buruk sedangkan 9 balita (35%) memiliki hygiene gigi baik. Dari 26 balita yang dijadikan kontrol yang tidak menderita pnemonia ternyata 18 balita (69%) memiliki kondisi hygiene gigi yang baik sedangkan 8 balita (31%) memiliki hygiene gigi buruk.
3.      Dari hasil analisa diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hygiene gigi dengan kejadian pnemonia pada balita usia 36 – 59 bulan di Puskesmas Klirong II. Tingkat keeratan hubungan ditunjukkan dengan nilai probabilitas (Sig) 0,024 < 0,05. Hal ini berarti dapat diartikan bahwa kejadian pnemonia pada balita usia 36 – 59 bulan di Puskesmas Klirong II berhubungan dengan hygiene gigi yang buruk.


SARAN
Adapun saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut
1.      Menjaga kebersihan atau hygienitas gigi karena dari hasil penelitian pada balita penderita pnemonia sebagian besar mempunyai hygiene gigi yang buruk. Kondisi hygiene gigi yang buruk menyebabkan gigi menjadi tempat berkembangnya bakteri yang dapat mengakibatkan pnemonia dan diharapkan untuk menghindari faktor resiko lain.
2.      Menambahkan pustaka yang sudah ada dan lebih diperdalam lagi dalam mempelajari suatu penyakit sehingga semua faktor dapat terbahas dengan tuntas.
3.      Bagi peneliti selanjutnya agar dapat meneliti lebih lanjut tentang penyakit pneumonia dengan variabel dan metode yang berbeda.
4.      Bagi Puskesmas agar lebih memperhatikan dan memberikan informasi lebih lanjut kepada masyarakat tentang faktor resiko terjadinya penyakit pneumonia.
5.      Bagi orang tua penderita pneumonia agar tetap menjaga kebersihan giginya dan siap siaga untuk mengantar anaknya kepuskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

Aditiya. 2009. Bahaya gigi berlubang. Htm:///E:/bahaya%20gigi %20berlubang. Diakses tanggal 20 juli 2009.
Alimul, Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya; Salemba Medika
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009 Behrman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Cecilly. 2002. Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth. 2001. Patofisiologi. Jakarta: EGC
C, Suzanna. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta; EGC
Effendy, Christiantie. 2004. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Fajriwin. 1999. merokok masif. Jakarta: Media Litbang Kesehatan. Edisi Khusus NO:80
Ngastiyah. 2005. Keperwatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Potter, Patricia. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Tambayong. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta; EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar