Selasa, 14 Mei 2013

STRUMA ENDEMIK




A.    DEFINISI STRUMA
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar-debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme (Hartini, 1987)
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998)
.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.

B.     ANATOMI DAN FISIOLOGI STRUMA
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.
Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.
Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid: Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh dan Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.
1.      Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid:
a.       Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan dengan reseptornya di inti sel.
b.      Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin trifosfat) meningkat.
c.       Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
d.      Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin.
2.      Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
a.       A. thyroidea superior (arteri utama)
b.      A. thyroidea inferior (arteri utama)
c.       Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A. anonyma.
3.      Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
a.       V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna)
b.      V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
c.       V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan: Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis dan Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.
4.      Persarafan kelenjar tiroid:
a.       Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
b.      Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus). N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak).
Secara histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:
a.       Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih).
b.      Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang berjauhan.
5.      Mekanisma Umpan Balik Hormon Dari Kelenjar Tiroid
Efek umpan balik hormon tiroid dalam menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Meningkatnya hormon tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior bila kecepatan sekresi hormon tiroid meningkat sampai kira-kira 1,75 kali dari normal, maka kecepatan sekresi TSH turun sampai nol. Hampir semua efek penurunan umpan balik ini terjadi, walaupun seluruh hipofisis anterior telah dipisahkan dari hipotalamus. Mungkin sekali bahwa peningkatan hormon tiroid menghambat sekresi TSH oleh hipofisis anterior terutama melalui efek langsung terhadap kelenjar hipofisis anterior itu sendiri. Mekanisme umpan balik juga dipakai untuk menjaga agar konsentrasi hormon tiroid bebas dalam sirkulasi darah tetap berada pada konsentrasi yang hampir normal.
6.      Metabolisme Basal
Merupakan jumlah keseluruhan aktivitas metabolisme dalam keadaan istirahat fisik dan mental. Dalam hal ini, O2 diperlukan sedikit karena jaringan bekerja sedikit. Kecepatan metabolisme basal diukur pada orang yang istirahat ditempat tidur, sebelum makan dan minum, pada waktu malam hari, serta keadaan dimana belum terganggu pemasukkan O2 maupun pengenluaran CO2, faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme adlah sebagai berikut:
1.      Ukuran tubuh. Orang gemuk proses metabolismenya lebih tinggi
2.      Umur. Usia remaja dan dewasa terjadi peningkatan metabolisme tubuh dan menurun setelah usia lanjut.
3.      Jenis kelamin. Laki-laki metabolismenya lebih besar dibandingkan wanita
4.      Iklim.
5.      Jenis pekerjaan. Pekerja berat kecepatan metabolisnya lebih tinggi.
Oleh karena hormon tiroid meningkatkan metabolisme sebagian besar sel tubuh, maka kelebihan hormon ini kadang kala akan meningkatkan laju metabolisme basal setinggi 60 sampai 100 persen diatas nilai normalnya. Sebaliknya bila tidak ada hormon tiroid yang dihasilkan, maka laju metabolisme basal menurun sampai hampir setengah nilai normal. Agar laju metabolisme basal dapat sangat tinggi maka hormon ini dibutuhkan dalam jumlah yang sangat banyak.
7.      Biosintesis dan Metabolisme Hormon Tiroid
1.      Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2.      Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3.      Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim peroksidase).
4.      Perangkaian iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3 (triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
5.      Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.
6.      Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini dibantu oleh TSH.
7.      MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.
8.      Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi.
8.      Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotiroksin Ke Jaringan
Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek. Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:
1.      TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah.
2.      Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.
3.      TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biolorgis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.
9.      Pengaruh Hormon Tiroid Terhadap metabolisme
1.      Efek pada Metabolisme Karbohidrat: Hormon tiroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk penggunaan glukosa yang cepat oleh sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan glukogenesis, meningkatkan kecepatan absorpsi dari saluran cerna, dan bahkan juga meningkatkan sekresi insulin dan hasil akhirnya adalah efeknya terhadap metabolisme karbohidrat. Semua efek ini mungkin disebabkan oleh naiknya seluruh enzim akibat hormon tiroid.
2.      Efek pada Metabolisme Lemak: Pada dasarnya semua aspek metabolisme lemak juga ditingkatkan di bawah pengaruh hormon tiroid. Secara khusus, lemak secara cepat diangkut dari jaringan lemak, yang menurunkan cadangan lemak tubuh lebih besar daripada hampir seluruh elemen jaringan lain. Hormon tiroid juga meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas di dalam plasma dan sangat mempercepat oksidasi asam lemak bebas oleh sel.
C.     ETIOLOGI STRUMA
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
a.       Defisiensi iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
b.      Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
c.       Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang kedelai).
d.      Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide, sulfonylurea dan litium).

D.    KLASIFIKASI STRUMA
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)
Menurut American society for Study of Goiter membagi :
1.      Struma Non Toxic Diffusa
2.      Struma Non Toxic Nodusa
3.      Stuma Toxic Diffusa
4.      Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
1.      Struma non toxic nodusa adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a.       Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.
b.      Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun
c.       Goitrogen :
1)      Obat: Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
2)      Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
3)      Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
d.      Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
e.       Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee, 2004)
2.      Struma Non Toxic Diffusa
Etiologi : (Mulinda, 2005)
a.       Defisiensi Iodium
b.      Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
c.       Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.
d.      Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin
e.       Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid.
f.       Terpapar radiasi
g.      Penyakit deposisi
h.      Resistensi hormon tiroid
i.        Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
j.        Silent thyroiditis
k.      Agen-agen infeksi
l.        Suppuratif Akut : bacterial
m.    Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasite
n.      Keganasan Tiroid
3.      Struma Toxic Nodusa
Etiologi : (Davis, 2005)
a.       Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
b.      Aktivasi reseptor TSH
c.       Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein Ga
d.      Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.
4.      Struma Toxic Diffusa. Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya (Adediji, 2004)

E.     TANDA DAN GEJALA STRUMA
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan simaptis seperti; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
F.      PATOFISIOLOGI STRUMA
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa (Mulinda, 2005)
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen (Mulinda, 2005)
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin (Mulinda, 2005)

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Dilakukan foto thorak posterior anterior
2.      Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig
3.      Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
4.      Laboratorium darah
5.      Pemeriksaan sidik tiroid
6.      Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
7.      Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
8.      Termografi
9.      Petanda Tumor


H.    PENATALAKSANAAN MEDIS STRUMA
1.      Obat antitiroid:
a.       Inon tiosianat mengurangi penjeratan iodide
b.      Propiltiourasil (PTU) menurunkan pembentukan hormon tiroid
c.       Iodida pada konsentrasi tinggi menurunkan aktivitas tiroid dan ukuran kelenjar tiroid.
2.      Tindakan Bedah:
a.       Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebgaian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau kanan yang mengalami perbesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang masihtersisa masih dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid sehingga tidak diperlukan terapi penggantian hormon.
b.      Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien yang menjalani tindakan ini harus mendapat terapi hormon pengganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan dan aktivitas.
















ASUHAN KEPERAWATAN

A.    IDENTITAS PASIEN
B.     IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
C.     RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita: gondok?
Penyakit keturunan: gondok?
Operasi: gondok?
D.    RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Keluhan utama: nyeri?
E.     PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolic
Apakah klien merasa mual/muntah?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, porsi, jenis, voleme?
3.      Eliminasi
Apakah BAB/BAK teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (mandiri, sebagian, total)?
Apakah pada saat beraktivitas sesak, palpitasi, kelemahan, cepat lelah?
5.      Tidur dan istirahat
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang siang dan/malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.      Kognitif dan persepsi sensori
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Keluhan gangguan pancaindera?
7.      Persepsi dan konsep diri
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
8.      Peran dan hubungan dengan sesame
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah merasa pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.      Reproduksi dan seksualitas
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien (mestruasi teratur? Impotensi?)?
10.  Mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
F.      PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan umum :
2.      Kesadaran :
3.      Tanda-tanda vital :
4.      Status gizi :
5.      Pemeriksaan Head to toe
a.       Kulit, rambut, dan kuku
1)      Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
2)      Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3)      Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b.      Kepala:
1)      Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2)      Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c.       Mata
1)      Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
2)      Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang orbital.
3)      Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4)      Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
5)      Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6)      Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
7)      Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn dan kemerahan.
8)      Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9)      Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10)  Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)


d.      Hidung
1)      Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
2)      Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)      Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4)      Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e.       Telinga
1)      Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2)      Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3)      Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4)      Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
5)      Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
6)      Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
f.       Mulut dan faring
1)      Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2)      Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya caries.
3)      Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
4)      Inspeksi faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
5)      Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus fasialis)
6)      Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
7)      Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g.      Leher
1)      Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2)      Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
3)      Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4)      Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5)      Palpasi kelenjar tiroid
h.      Thorak dan tulang belakang
1)      Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)      Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3)      Palpasi adanya krepitus pada kosta
4)      Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.        Paru posterior, lateral, anterior
1)      Inspeksi kesimetrisan paru
2)      Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)      Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
4)      Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
5)      Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.        Jantung dan pembuluh darah
1)      Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
2)      Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut apkal).
3)      Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4)      Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5)      Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k.      Abdomen
1)      Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus)
2)      Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3)      Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
4)      Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5)      Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
6)      Mengukur lingkar perut
l.        Genitourinari
1)      Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)      Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
3)      Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
4)      Palpasi skrotum dan testis sudah turun atau belum
m.    Ekstremitas
1)      Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)      Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
3)      Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4)      Kaji kemampuan pergerakan sendi
5)      Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
6)      Kaji reflek patologis: reflek plantar (babinsky)
G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Dilakukan foto thorak posterior anterior
2.      Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig
3.      Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
4.      Laboratorium darah
5.      Pemeriksaan sidik tiroid
6.      Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
7.      Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
8.      Termografi
9.      Petanda Tumor
H.    TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
I.       DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
ü  Pasien tidak mengeluh nyeri
ü  Pasein tidak mengeluh sesak
ü  Pernapasan 12-21x/mnt
ü  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
ü  Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
3)      Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
4)      Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
5)      Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
7)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
2.      Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Tujuan: Perpusi jaringan serebral teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
ü  Pasien tidak mengeluh pusing
ü  Pasien tidak mengeluh sesak napas
ü  Pernapasan 12-21x/mnt
ü  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
ü  Nadi 60-100x/mnt
ü  CRT: <3 detik
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor capillary refill time
R/mengetahui status keadaan pasien
3)      Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja pasien
7)      Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran pasien
8)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
9)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
10)  Kolaborasi/lanjutkan terapi transfuse
R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
11)  Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses penyembuhan
3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil:
ü  Pasien tidak mengeluh lemas
ü  Makan habis 1 porsi
ü  Pasien tidak mual
ü  Pasien tidak muntah
ü  Berat badan normal/ideal
ü  Konjungtiva merah muda
ü  Rambut tidak rontok
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Timbang berat badan
R/mengetahui perubahan berat badan pasien
3)      Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui keadaan pasien
4)      Monitor tonus otot, rambut merah dan mudah patah
R/mengetahui status kesehatan pasien
5)      Monitor intake makanan/minuman
R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi pasien
6)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
7)      Anjurkan makan sedikit dan sering
R/supaya tidak mual dan tidak muntah
8)      Anjurkan pasien untuk meningkatkan makanan yang mengandung zat besi, Vitamin B12, tinggi protein, dan Vitamin C R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
9)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
4.      Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
Tujuan: Hipertermia teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil:
ü  Suhu: 36-37°C/axila
ü  Pernapasan 12-21x/mnt
ü  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
ü  Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis
R/ mengurangi rasa panas
5)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/mencukupi kebutuhan pasien
6)      Beri kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
7)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
ü  Pasien bisa menjelaskan pengertian
ü  Bisa menyebutkan penyebab
ü  Bisa menyebutkan tanda dan gejala
ü  Bisa menyebutkan perawatan
ü  Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1)      Kontrak waktu dengan pasien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)      Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan pasien
3)      Evaluasi pengetahuan pasien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)      Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada pasien
6.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada.
Tujuan: pola napas tidak efektif teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
ü  Pasien tidak mengeluh pusing
ü  Pasien tidak mengeluh sesak napas
ü  Pernapasan 12-21x/mnt
ü  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
ü  Nadi 60-100x/mnt
ü  CRT: <3 detik
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)      Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri posisi semifowler
R/mencukupi kebutuhan oksigen
5)      Bantu aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja pasien
6)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
7)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
7.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
ü  Pasien tidak mengeluh lemas
ü  Pasien tidak mengeluh pusing
ü  Pasien tidak mengeluh sesak napas
ü  Pernapasan 12-21x/mnt
ü  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
ü  Nadi 60-100x/mnt
ü  CRT: <3 detik
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien R/mencukupi kebutuhan pasien
6)      Bantu aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi bebar kerja pasien
7)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
8)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
9)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, rute
R/mempercepat penyembuhan
8.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat.
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil:
ü  Daerah tusukan infus tidak ada tanda peradangan
ü  Hasil laboratorium darah normal(Leukosit, Hb)
Intervensi:
1)      Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk melihat tanda-tanda peradangan
2)      Monitor pemeriksaan Laboratorium darah
R/untuk melihat kandungan darah
3)      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/untuk menghindari inos
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Batasi pengunjung
R/untuk mencegah inos
6)      Rawat luka setiap hari dwengan teknik steril
R/mencegah infeksi 7
7)      Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk membantu proses penyembuhan luka
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik ; nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat penyembuhan














DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2, Jakarta: EGC
Hartini. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Jakarta: FKUI
Syaifudin. 2002. Fungsi Sistem tubuh manusia, Jakarta: Widya Medika
Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis, Jakarta: EGC
Junadi, Purnawan, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jakarta: FKUI
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC
Price, Sylvia A, (1998). Patofisiologi, jilid 2, Jakarta: EGC
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar