KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan
sebuah karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Hukum
dan hikmah puasa bagi ummat islam”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat
yang besar bagi kita semua.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami
buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini kami
mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT
memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Semoga makalah
ini bermanfaat.
Amin
Ciamis, 13 November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah .................................................................................. 1
1.3 Tujuan
.................................................................................................... 2
1.4 Isi
yang akan diuraikan .......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi
puasa ......................................................................................... 3
2.2 Macam-macam
puasa dari segi hukum ................................................... 3
2.3 Syarat
wajib puasa ................................................................................. 6
2.4 Syarat
syah puasa ................................................................................... 6
2.5 Rukun-rukun
puasa ................................................................................ 6
2.6 Hal-hal
yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa .............. 7
2.7 Adab-adab
berpuasa .............................................................................. 8
2.8 Halangan
puasa ...................................................................................... 9
2.9 Hal-hal
yang disunnahkan dalam berpuasa ............................................ 11
2.10
Meng-qadha’ puasa Ramadhan ........................................................... 11
2.11
Hikmah puasa ...................................................................................... 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
............................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima
rukun islam yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun
islam yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat
islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak
melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat
dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui
pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar.
Banyak orang-orang yang melakasanakan puasa hanya
sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang
membatalkan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah
mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa
tetapi tidak mendapatkan pahala. Seperti yang dikatakan hadits: urung rampung
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas
tentang apa itu puasa, manfaat puasa, hikmah puasa, dan alasan mengapa kita
wajib menjalankannya.
1.2 Rumusan Masalah
Sebagai orang muslim sangatlah wajib bagi kita untuk
mengetahui, bahkan untuk paham betul apa itu puasa, sarat sahnya puasa, hal-hal
yang membatalkan puasa, dan manfaat, serta hikmah puasa bagi kita.
Dan berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dijelaskan, maka kami mendapatkan beberapa pokok permasalahan di dalam
pembahasan ini. Diantaranya ialah:
-
Penyebab orang-orang tidak menjalankan ibadah puasa
-
Berpuasa tanpa mengetahui apa syarat dan ketentuan
puasa
-
Bagaimana cara berpuasa tanpa mengurangi aktivitas kita
-
Tidak mengetahui fidyah yang akan dibayar jika
meninggalkan puasa
1.3 Tujuan makalah
Adapun tujuan dari makalah ini kami buat adalah :
-
Agar ummat islam selalu melaksanakan ibadah puasa
dengan baik dan benar.
-
Bisa melaksanakan puasa dengan ikhlas
-
Untuk mengetahui semua hal yang membahas tentang puasa
dan bersangkut paut dengan puasa
1.4 Isi yang diuraikan
-
Pengertian puasa secara bahasa dan syar’i.
-
Rukun dan syarat puasa
-
Hal-hal yang membatalkan dan yang mengurangi puasa
nilai puasa
-
Adab berpuasa
-
Macam-macam puasa
-
Halangan puasa
-
Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa
-
Meng-qadha’ puasa Ramadhan
-
Hikmah puasa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Puasa
Shaum (puasa) berasal dari kata bahasa arab yaitu صام
يصوم صيامshaama-yashuumu, yang bermakna menahan atau sering juga disebut
al-imsak. Yaitu menahan diri dari segala apa yang membatalkan puasa.
Adapun puasa dalam pengertian terminology (istilah)
agama adalah menahan diri dari makan, minum dan semua perkara yang
membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan
syarat-syarat tertentu.
2.2 Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum
Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan hambali sepakat
bahwasanya puasa itu terbagi menjadi empat macam, yaitu :
- Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
- Puasa sunnah (mandub)
- Puasa makruh
- Puasa haram
a) Yang Pertama Ialah Puasa Wajib (Fardhu)
1)
Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan
ramadhan.
Telah kita ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa
ramadhan yang dilakukan secara tepat waktu artinya pada bulan Ramadhan secara
ada’ dan demikian pula yang dikerjakan secara qadha’. Termasuk puasa fardhu
lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan. Ketentuan ini telah
disepakati menurut para imam-imam madzhab, meskipun sebagian ulama hanafiyah
berbeda pendapat dalam hal puasa yang dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa
puasa nazar itu puasa wajib bukan puasa fardhu.
2)
Puasa ramadhan dan dalil dasarnya
Puasa ramadhan adalah fardhu ‘ain bagi setiap orang
mukllaf yang mampu berpuasa. Puasa ramdhan tersebut mulai diwajibkan pada
tanggal 10 sya’ban satu setengah tahun setelah hijrah. Tentang dalil dasarnya
yang menyatakan kewajiban puasa ramadhan ialah Al-qur’an, hadits dan ijma’.
Dalil dari Al-qur’an iala firma Allah swt :
شهر رمضان الذي انزل فيه القران(البقرة ١٨٥
Artinya : (bulan yang diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah bu;lan
ramdhan, yang didlamanya diturunkan (permulaan) Al-qur’an.(Al-baqarah 185)
b) Yang kedua
ialah puasa sunnah (mandub)
Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan
mendapat pahala, dan apabila kita tinggalkan atau tidak kita kita kerjakan
tidak berdosa.
Berikut contoh-contoh puasa sunnat:
-
Puasa hari Tasu’a – ‘asyura – hari-hari putih dan
sebagainya
Puasa sunnah diantaranya ialah
berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih utama adalah tanggal ke 9 dan ke 10
bulan tersebut.
-
Puasa hari arafah
Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9
dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu disebut hari ‘arafah. Disunnahkannya, pada
hari itu bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah haji.
-
Puasa hari senin dan kamis
Disunnahkan berpuasa pada hari senin
dan kamis setiap minggu dan di dalam melakukan puasa dua hari itu mengandung
kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak ada keraguan lagi.
-
Puasa 6 hari di bulan syawal
Disunnhakan berpuasa selama 6 hari
dari bulan syawal secara mutlak dengan tanpa syarat-syarat
-
Puasa sehari dan berbuka sehari
Disunnahkan bagi oramg yang mampu
agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam
ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih utama.
-
Puasa bulan rajab, sya’ban dan bulan-bulan mulia yang
lain.
Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab
dan sya’ban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam madzhab.
Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4,
dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqa’dah, dzulhijjah dan Muharram, dan
yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut
memang disunnahkan .
-
Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu
membatalkannya
Menyempurnakan puasa sunnah setelah
dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah disunnahkan menurut ulama
syafi’iyyah dan hanafiyyah.
c) Yang Ketiga Ialah Puasa Makruh
Puasa hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun
Qibthi, puasa hari perayaan besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa
sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan,
maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama
madzhab syafi’I mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu
secara mutlaq.
d) Yang keempat ialah puasa haram
Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan
puasa pada saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan
jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah
menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan,
diantaranya ialah :
1.
Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul
Fitri) dan hari raya kurban (idul adha)
2.
Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama
berbeda pendapat tentang hal ini(fiqih empat madzhab hal 385)
3.
Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan
melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak
memberikan izin secara terang-terangan. Kecuali jika sang suami memang tidak
memerlukan istrinya, misalnya suami sedang pergi, atau sedang ihram, atau
sedang beri’tikaf.
2.3 Syarat Wajib Puasa
-
Beragama Islam
-
Baligh (telah mencapai umur dewasa)
-
Berakal
-
Mumayyiz
-
Berupaya untuk mengerjakannya.
-
Sehat
-
Tidak musafir
2.4 Syarat Sah Puasa
-
Beragama Islam
-
Berakal
-
Tidak dalam haid, nifas dan wiladah (melahirkan anak)
bagi kaum wanita
-
Hari yang sah berpuasa.
2.5 Rukun-rukun puasa
- Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap malam di bulan Ramadhan(puasa wajib) atau hari yang hendak berpuasa (puasa sunat). Waktu berniat adalah mulai daripada terbenamnya matahari sehingga terbit fajar. Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sehingga masuk matahari.
2.6 Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi
nilai puasa
Beberapa hal yang membatalkan dan mengurangi nilai puasa:
- Makan
Ayat yang menjelaskan tentang batalnya puasa karena
makan adalah Surah Al-baqarah ayat 187.
Artinya : dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan
puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagimu, dan
kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf
kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan
Allah untukmu, dan makan minumlam hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai(datang) malam.
2.
Minum
3.
Hubungan seksual
Sama seperti surat diatas tapi yang membedakan adalah
konsekuensi hukumnya yang lebih berat yaitu bagi suami istri yamg vberhubungan
sex saat puasa Ramadhan maka ia harus membebaskan budak jika punya, atau jika
tidak punya, berpuasalah selama 2 bulan berturut-turut, atau jika tidak mampu,
memberi makan fakir miskin 60 orang, dan mengganti puasanya. Adapun jika
bermimpi di siang hari atau bangun kesiangan padahal dia lupa mandi zunub maka
hal itu tidak membatalkan puasa.
4.
Muntah dengan sengaja
Hadist yang menjelaskan tentang muntah yang disengaja
yang artinya : Barang siapa yang muntah maka tidak ada kewajiban mengganti
terhadapnya. Namun barang siapa muntah denjgan sengaja maka hendaklah ia
menggantinya. (HR. Tirmidzi, abu daud, ibn mazah, dari abu hurairah)
5.
Keluar darah haidh dan nifas sebagai konsekwensi dari
syarat syahnya puasa.
6.
Gila saat sedang puasa
Sedangkan hal yang mengurangi nilai puasa adalah
mengerjakan hal-hal yang memang dibenci oleh Allah swt, seperti bertengkar
berkata jorok, berperilaku curang, atau berbuat sesuatu yang tidak ada
manfaatnya dan semacamnya.
Intinya, bila seluruh panca indera dan anggota
badannya tidak ikut dipuasakan terhadap hal-hal yang memang dibenci bahkan
dilarang oleh allah swt maka dapat mengurangi bahkan menghilangkan bobot
puasanya, sehingga dia termasuk orang yang merugi.
2.7 Adab-adab berpuasa
- Niat karena Allah swt semata.
Niat ini cukup dalam hati tanpa diucapkan. Akan tetapi
banyak ulama yang berbeda pendapat tentang hal ini. Yang pertama ialah menurut
imam hanbali, menurut beliau niat cukup pada awal puasa saja untuk satu bulan
penuh. Kedua, ialah menurut imam Maliki yang mengatakan niat bisa dimulai
ketika awal ramadhan sekaligus. Yang terakhir yaitu menurut imam Syafii yang
mengatakan bahwa niat dilakukan setiap malam atau bertepatan dengan terbitnya
fajar shadiq. Bahkan jika semisal ada seseorang yang berniat puasa satu tahun
yang lalu itupun sebenarnya sudah bisa dikatakan niat.
Berbeda halnya dengan puasa wajib, untuk puasa sunat
kebanyakan ulama membolehkan berniat puasa pada siang hari, sebagaimana riwayat
dari Aisyah bahwa Rosululloh saw pernah datang kepadanya dan bertanya “ apakah
kamu punya sesuatu (maksudnya makanan?) jawab aisyah “ tidak! Kata Nabi saw “
kalau begitu saya puasa saja”. Dan dari riwayat tersebut dapat disimpulkanb
bahwa niat puasa sunat bisa dilakukan pada siang hari.
- Makan sahur
Nabi saw bersabda yang artinya “ sahurlah kalian,
karena pada sahur itu terdapat berkah” (HR. Jama’ah
kecuali abu Daud, dari Anas ra). Dari riwayat tersebut sudahlah jelas bahwa
sahur pada saat akan berbuasa sangatlah dianjurkan.
Sedangkan waktu makan sahur yang disunatkan dan yang
paling baik menurut Nabi saw yaitu diakhir malam.
- Menjahui hal-hal yang dapat membatalkan puasa atau mengurangi nilai puasa.
Selain yang telah disebutkan di atas berkumur secara
berlebihan saat berwudu juga termasuk salah satu hal yang bisa mengurangi nilai
puasa. Seperti sabda Nabi saw yang artinya “ sempurnakanlah dalam berwudhu,
sela-selailah diantara jari-jemarimu dan smpikanlah (ke dalam-dalam) dalam
berkumur, kecualai kamu berpuasa”. ( HR. Imam yang lima, dari Laqith bin
Shabirah).
- Berbuka puasa dengan segera.
Bila waktu berbuka sudah tiba, sangat dianjurkan untuk
menygerakannya. Hal ini karena Nabi saw bersabda yang artinaya: manusia
senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.
Segerakanlah berbuka karena orang Yahudi mengakhirkannya.
2.8 Halangan puasa
Beberapa uzur (halangan) yang membolehkan berbuka(tidak berpuasa)
- Sakit dan menderita kepayahan yang sangat
Beberapa uzur atau halangan yang membolehkan orang
yang berpuasa, berbuka atau membatalkan puasanya diantaranya ialah sakit.
Apabila orang yang berpuasa jatuh sakit dan ia merasa khawatir bertambah sakit
jika berpuasa atau ia khawatir terlambat kesembuhannya, atau ia malah menderita
kepayahan yang sangat jika berpuasa maka ia diperbolehkan berbuka.
- Khawatirnya wanita hamil dan wanita menyusui terhadap bahaya bila berpuasa.
Apabila wanita hamil dan wanita menyusui merasa
khawatir ditimpa bahaya akibat berpuasa yang kelak akan menimpa pada diri
mereka dan anak mereka sekaligus, atau pada dirinya saja, atau pada anak mereka
saja, maka mereka diperbolehkan tidak berpuasa(berbuka).
- Berbuka sebab bepergian
Diperbolehkan berbuka(tidak berpuasa) bagi orang yang
bepergian dengan syarat bepergiannya itu dalam jarak yang jauh yang membolehkan
shalat qashar, sesuai dengan ketentuannya. Dan dengan syarat hendaknya ia telah
mulai pergi sebelum terbit fajar, yaitu sekiranya ia bisa sampai di tempat
dimana ia memulai meng-qashar shalat sebelum terbit fajar. Apabila keadaan
pergi itu yang membolehlkan meng-qashar shalat, maka ia tidak boleh berbuka.
- Puasa wanita yang sedang haidh dan nifas
Apanila wanita yang sedang berpuasa datang bulan atau
haidh, atau nifas, maka wajiblah berbuka dan haramlah baginya berpuassa.
Jikalau ia memaksakan diri berpuasa, maka puasanya adalah batal dan dalam hal
ini ia berkewajiban meng-qadha’.
- Orang yang ditimpa kelaparan atau kehausan yang sangat.
Adapun kelaparan dan kedahagaan yang sangat yang
dengan kedua-duanya itu seorang seseorang tidak kuat berpuasa, maka bagi orang
yang tertimpa hal seperti itu boleh berbuka dan ia berkewajiban meng-qadha’.
- Orang yang sudah lanjut usia
Orang yang telah berusia lanjut, yang tidak kuat
melakukan puasa pada seluruh masa dalam setahun, ia boleh berbuka, artinya ia
boleh tidak berpuasa Ramadhan, tetapi ia berkewajiban membayar fidyah, yaitu
memberi makan orang miskin.
Orang yang sudah lanjut usia tidak berkewajiban
meng-qadha’. Sebab sudah tidak mampu melakukan puasa.
- Orang yang ditimpa penyakit gila disaat berpuasa.
Apabila orang yang berpuasa ditimpa penyakit gila,
meskipun hanya sekejap mata, maka ia tidak berkewajiban berpuasa dan puasanya
tidak sah. Kewajiban atas meng-qadaha’ puasanya itu dijelaskan oleh imam
syafi’I sebagai berikut: “bila ia sengaja dengan penyakit gilanya misalnya di
malam harinya secara sengaja memakan sesuatu benda yang pagi harinya bisa menghilangkan
akalnya, maka ia berkewajiban meng-qadha’ hari-hari dimana ia gila. Tetapi
kalau ia tidak bersengaja gila, maka ia tidak berkewajiban meng-qadha’.
2.9 Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa
Disunnahkan bagi orang yang berpuasa itu beberapa hal, yaitu:
- Bersegera untuk berbuka setelah nyata-nyata matahari terbenam. Dan berbuka itu dilakukan sebelum shalat. Dan disunnahkan berbuka itu dengan kurma basah, atau kurma kering, atau manisan atau air. Hendaknya yang dibuat berbuka itu ganjil, yaitu tiga atau lebih.
- Berdo’a setelah berbuka dengan do’a yang telah diajarkan oleh Nabi SAW.
- Makan sahur dengan sesuatu makanan walaupun sedikit. Meskipun hanya seteguk air. Seperti sabda Nabi SAW yang menjelaskan tentang makan sahur itu adalah berkah.
- Mencegah lisan dari omongan yang tidak berfaidah. Sedangkan mencegah lisan dari hal yang haram seperti menggunjing (ghibah) dan adu domba, maka hal itu adalah wajib setiap saat, dan hal itu lebih dikukuhkan pada bulan Ramadhan.
- Memperbanyak sedekah dan berbuat baik kepada sanak saudara, kaum fakir dan miskin.
- Menyibukkan diri dalam menunutut ilmu, membaca Al-Qur’an, berzikir, membaca shalawat atas Nabi SAW. Bilamana ada kesempatan untuknya baik siang hari maupun malamnya.
- Beri’tikaf.
2.10
Meng-qadha’
puasa Ramadhan
Barang siapa berkewajiban meng-qadha’ puasa Ramadhan
karena membatalkannya secara sengaja, atau karena suatu sebab dari beberapa
sebab terdahulu, maka ia berkewajiban meng-qadha’ sebagai pengganti hari-hari
yang ia batalkan dan ia qadha’ pada masa yang diperbolehkan melakukan puasa
sunnah. Jadi tidak dianggap mencukupi meng-qadha’ puasa Ramadhan pada hari-hari
yang dilarang berpuasa padanya. Seperti hari raya, baik idul fitri maupun idul
adha’. Juga tidak dianggap mencukupi pada hari-hari yang memang ditentukan
untuk berpuasa fardhu, seperti bulan ramadhan yang sedang tiba waktunya,
hari-hari nazar yang ditentukan, misalnya ia bernazar akan berpuasa sepuluh
hari diawal bulan bulan Dzulqo’dah. Jadi meng-qadha’ puasa ramadhan pada
hari-hari itu tidak bisa dinilai mencukupi. Sebab telah ditentukan untuk nazar.
Demikianlah menurut kalangan ulama Malikiyah dan Syafi’iyyah.
Begitu juga tidak bisa mencukupi melakukan qadha’ pada
bulan Ramadhan yang sedang tiba saatnya. Sebab bulan tersebut ditentukan untuk
menunaikan kewajiban puasa secara khusus. Jadi tidak bisa untuk dibuat
melakukan puasa selainnya. Melakukan puasa qadha’ dianggap sah pada hari syak,
karena pada hari itu melakukan puasa sunnah dianggap sah. Ketentuan meng-qadha’
ialah dengan cara mengikuti jumlah puasa yang terluput(tertinggal), bukan
mengikuti hilal atau tanggal bulan. Jadi kalau seseorang meninggalkan puasa
selama 30 hari atau sebulan penuh, maka ia harus meng-qadha(berpuasa) selama 30
hari juga. Jika dalam bulan yang ia puasa tersebut ada 29 hari, maka ia harus
menambah 1 hari lagi.
Bagi yang mempunyai kewajiban meng-qadha’ puasa
disunnahkan untuk segera meng-qadha’ puasanya. Disunnahkan juga agar dilakukan
secara berturut-turut dalam melakukannya. Dan berkewajiban juga meng-qadha’
secara segera apabila Ramadhan yang selanjutnya akan segera tiba. Barang siapa
mengundur-undur qadha’ hingga bulan Ramadhan keduanya tiba maka ia berkewajiban
membayar fidyah sebagai tambahan atas kewajiban meng-qadha’. Yang dimaksud
fidyah ialah memberi makanan orang miskin untuk setiap hari dari hari-hari
qadha’. Ukurannya ialah sebagaimana yang diberikan kepada orang miskin dalam
kifarat.
-
Cara mengeluarkan fidyah
Maksud Fidyah ialah satu cupak makanan asasi tempatan
yang disedekahkan kepada fakir miskin mewakilli satu hari yang tertinggal puasa
Ramadhan padanya. Makanan asasi masyarakat Malaysia adalah beras, maka wajib
menyedekahkan secupak beras kepada fakir miskin bagi mewakili sehari puasa.
Ukuran secupak beras secara lebih kurang sebanyak 670gram. Contohnya sipulan
telah meninggalkan puasanya sebanyak 5 hari, maka dia wajib membayar Fidyahnya
sebanyak 5 cupak beras kepada fakir miskin. Firman Allah yang bermaksud :
“(Puasa Yang Diwajibkan itu ialah beberapa hari
Yang tertentu; maka sesiapa di antara kamu Yang sakit, atau Dalam musafir,
(bolehlah ia berbuka), kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari Yang
dibuka) itu pada hari-hari Yang lain; dan wajib atas orang-orang Yang tidak
terdaya berpuasa (kerana tua dan sebagainya) membayar Fidyah Iaitu memberi
makan orang miskin. maka sesiapa Yang Dengan sukarela memberikan (bayaran
Fidyah) lebih dari Yang ditentukan itu, maka itu adalah suatu kebaikan baginya;
dan (Walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik bagi kamu daripada memberi
Fidyah), kalau kamu mengetahui.” (Al-Baqarah : 184)
Fidyah dikenakan kepada orang yang tidak mampu
berpuasa dan memang tidak boleh berpuasa lagi. Maka dengan itu Islam telah
memberikan keringanan (rukshoh) kepada mereka yang tidak boleh berpuasa dengan
cara membayar Fidyah yaitu memberikan secupak beras kepada orang fakir miskin.
Begitu juga kepada orang yang meninggalkan puasa dan tidak menggantikan
puasanya sehingga menjelang puasa Ramadhan kembali (setahun), maka dengan itu
mereka dikehendaki berpuasa dan juga wajib memberikan secupak beras kepada fakir
miskin. Begitu juga pada tahun seterusnya. Fidyah akan naik setiap tahun selagi
mana orang tersebut tidak menggantikan puasanya.
2.11
Hikmah
puasa
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap
manusia, baik terhadap individu maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani.
Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan
melatih manusia agar terbiasa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri
setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian social
manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang
miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah.
Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi
kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena pertama, umumnya penyakit bersumber
dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan makhluq-Nya termasuk
manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula
keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar
makan-minumnya.
Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang
seharian sacara umum:
1.
Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu.
Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita
bangun, waktu makan kita makan, waktu menahan kita sholat, waktu berbuka kita
berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur’an kita lakukan sesuai
waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan sangat
disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
2.
Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk
seimbang dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah
amal-amal ibadah, dan amal-amal sunat.
3.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia
akan pentingnya arti persaudaraan, dan silaturahmi.
4.
Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain
yang lemah.
5.
Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap
perbuatan dalam kehidupan.
6.
Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus
selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah,
menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara
ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah,
sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup
dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
7.
Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu
berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang mengandung dosa.
8.
Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam
berbagai halangan dan rintangan.
9.
Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup
hemat dan sederhana.
10. Bulan
Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas
nikmat-nikmat yang diberikan pada kita.
Dan masih banyak lagi manfaat atau hikmah puasa yang
lain baik di dalam bidang kesehatan dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu
wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan
mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat
imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya.
Maksudnya ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat
pahala dari apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh
ummat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita.
Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman!
Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah)
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak
kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita
berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas,
kita sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah
dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini.
Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah
sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah.
Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah
ibadah.
DAFTAR PUSTAKA
- Kuliah fiqh ibadah oleh Syakir Jamaluddin, MA.
- Fiqih Empat Madzhab (bagian ibadah) oleh Drs. H. Moh. Zuhri, Dipil. Tafl dkk.
- Buku puasa lahir dan batin oleh Malaki Tabrizi
- Terjemah ihya’ ulumiddin( jilid II) oleh imam ghazali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar