Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009
HUBUNGAN
ANTARA HYGIENE GIGI DENGAN KEJADIAN
PNEUMONIA
PADA BALITA UMUR 36-59 BULAN
DI
PUSKESMAS KLIRONG II
Cahyu
Septiwi1, Basirun2, Eli Solihatun Utmah3
1,2,3Jurusan
Keperawatan STKes Muhammadiyah Gombong
ABSRACT
The pneumonia is health problem in world
because the death level pneumonia desease hight, not only in proceed country
but also in modern countries such as Amerca Serikat, Canada dan Eropa country.
Some factors of risk pneumonia for example age, weather or climate, bad toht
hygiene act.
The purpose of this research is to know
sum of children under five years old that suffering pneumonia, to know the sum
of child pneumonia that bad tooht hygiene.
Case Control with the approach of
Retrospektive sampling. Populatian of the child 36-59 moth that suffering
pneumonia in manistran Center the society Healt of Klirong II of 32 person .
Analys the date with the analisys of is non parametrical statistic that is Spearman
rho correlatian analys. Instrumen used check list observ of condition tooht
hygiene on child under five years old.
Sum of pneumonia child that bad tooht
hygiene are 17 person. The result of date analys using Spearman rho test with
statistic technique is P value 0,024, show that there are correlation betwen
bad tooth hygiene and occurance pneumonia in children under five tears old.
Information about pneumonia is needed to mother child that suffering pneumonia
to decrease occurance pneumonia in child under five years old.
Keywords: Bad tooht hygiene, Occurance
pneumonia, The child under five years old.
PENDAHULUAN
Pneumonia merupakan
masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya tinggi, tidak saja di
negara berkembang tapi juga di negara maju seperti Amerika Serikat, Canada dan
negara Eropa. Di Amerika Serikat misalnya terdapat dua sampai tiga juta kasus
pneumonia per tahun dengan jumlah kematian ratarata 45.000 orang
Setiap hari hampir 300
balita di Indonesia meninggal karena radang paru
(pneumonia), Sekalipun banyak korban
masyarakat hampir tidak menaruh perhatian terhadap penyakit ini, terutama di
pedesaan. Padahal, penyakit ini justru paling banyak menyebabkan kematian di
desadesa menurut prof dari Mardjanis Said SpA(K), ketika menyampaikan pidato
pengukuhanya sebagai guru besar tetap pada Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Di Jakarta aKhir peKan lalu. Dikatakan
menurut survey kesehtan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, diperkirakan
Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009
kematian balit Menurut
Ali El-Solh dari University of Bufallo New York Amerika Serikat dalam
penelitianya menunjukkan bahwa gigi yang kotor atau bahkan sampai terjadinya
plag akan menjadi sumber bibit penyakit atau dijadikan tempat bagi pathogen yang bisa menyebabkan penyakit
pneumonia melalui proses aspirasi pathogen-patogen itu bisa masuk ke dalam
paru-paru. Untuk itu Dr Ali El-Solh menyarankan agar para perawat selalu
menjaga kesehatan giginya dan membantu pasien dalam pemenuhan kebersihan gigi
mereka selama sakit ( Ali-El Solh, 2008).
Hasil dari studi
pendahuluan didapatkan data bahwa untuk tahun 2008 terdapat pasien pneumonia
sebanyak 121 balita tapi sesuai dengan penelitian yang akan saya lakukan yaitu
tentang kebersihan gigi maka saya mengambil yang berumur 36-59 bulan sebanyak
26 responden, dan untuk memperjelas kondisi gigi yang sebenarnya pada
balita-balita tersebut saya melakukan studi pendahuluan lagi kepada 6 balita
yang terkena pneumonia dan didapatkan hasil”3 balita dengan kondisi gigi
berlubang, ada karang dan plag gigi, ada sisa makanan yang membusuk dan ada
grepes pada gigi serinya. Pada 1 responden dengan kondisi ada sisa makanan pada
gigi, ada plag dan terdapat gigi grepes jadi 66% dari jumlah balita tersebut
kondisi hygiene giginya buruk. Pada 2 responden 33% hygiene giginya baik.
Dari latar belakang dan
data-data diatas peneliti mempunyai keinginan untuk mencari tahu apakah ada
hubungan antara kejadian pneumonia dengan kondisi kebersihan gigi pada balita
umur 36-59 bulan di Puskesmas Klirong II.
Dari latar belakang
diatas maka dapat dirumuskan masalah” Apakah ada hubungan antara hygiene gigi
dengan kejadian pneumonia pada balita umur 36-59 bulan di Puskesmas Klirong
II?”
METODE PENELITIAN
Penelitian ini
mengggunakan uji metode case-controle pedekatan retrospektif. Pengertian
korelasi dengan populasi menurut Sugianto dkk (2003) adalah keseluruhan unit
individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini
adalah balita dengan penyakit pneumonia pada tahun 2008 yang datang ke
puskesmas klirong II umur 36-59 bulan dan balita yang tidak menderita pneumonia
umur 36-59 bulan.
Sampel pada penelitian
ini adalah 52 balita, sebanyak 26 balita yang menderita pneumonia ditahun 2008
dan sebagai kontrolnya 26 balita yang tidak menderita pneumonia. Pengambilan
sampel kasus dengan metode total sampling yaitu sampel diambil dari jumlah
populasi seluruhnya, dan untuk sampel kontrolnya dengan metode random sampling
yaitu sampel kontrol diambil secara acak
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
Volume 5, No. 2, Juni 2009 untuk balita yang
berumur 36-Untuk mengetahui adanya 59 bulan. hubungan antara hygiene gigi
dengan kejadian pneumonia
HASIL DAN BAHASAN
Pada balita umur 36 – 59
bulan Hubungan Antara Hygiene Gigi
digunakan uji statistik korelasi Dengan Kejadian Pneumonia Sperman Rank.
Pada Balita Umur 36-59
Bulan Tabel 1 Distribusi Frekuensi korrelasi antara hygiene gigi dengan
kejadian pneumonia pada balita umur 36 – 59 bulan Variabel N % R P value
Spearman’s rho Hygiene gigi 26 100% ,442* 0,024 26 100% 1,000 Pneumonia
Berdasarkan uji statistik Sperman Rank dengan Program SPSS diperoleh koefisien
korelasi antara higiene gigi dengan kejadian pneumonia pada balita umur 36 – 59
bulan sebesar 0,442. Angka koefisien korelasi adalah 0,442 dengan melihat nilai
probabilitas (Sig) 0,024 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan
kedua variabel signifikan, artinya ada hubungan yang erat antara hygiene gigi
dengan kejadian pneumonia pada balita umur 36 – 59 bulan.
Dari tabel 1 dapat
diketahui bahwa dari 26 balita penderita pnemonia terdapat 17 balita (65%)
mempunyai kondisi hygiene gigi yang buruk dan hanya 9 balita dengan pnemonia
(35%) mempunyai kondisi hygiene gigi yang baik. Dari 26 balita yang tidak
menderita pnemonia terdapat 18 balita (69%) dengan kondisi hygiene gigi yang
baik sedangkan 8 balita (31%) mempunyai kondisi hygiene gigi buruk.
Hygiene Gigi
a. Terdapat
Sisa Makanan yang Membusuk di Gigi Terdapat 4 balita penderita pneumonia yang
pada saat di observasi ada sisa makanan yang membusuk di gigi sedangkan untuk
balita yang tidak menderita pneumonia ada 1 balita. Dalam keadaan normal, di
dalam mulut terdapat bakteri. bakteri ini mengubah semua makanan (terutama gula
dan karbohidrat) menjadi asam. Bakteri, asam, sisa makanan dan ludah bergabung
membentuk bahan lengket yang disebut plak Kondisi gigi yang kotor dengan sisa
makanan yang membusuk merupakan salah satu faktor yang bisa mencetuskan
munculnya bakteri gram negative penyebab pneumonia, karena dalam waktu 48 jam
jika makanan yang membusuk tersebut tidak dibersihkan bakteri penyebab
pneumonia
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
Volume 5, No. 2, Juni 2009 (peptostreptococus) akan muncul ( Price, 2006 ).
b. Gigi
Grepes Terdapat 12 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi ada
gigi grepes sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia ada 8 balita.
Gigi grepes merupakan salah satu tanda kebersihan gigi yang kurang terjaga ,
kebanyakan orang tua membiarkan anaknya tidur dengan kondisi mulut dengan sisa
makanan yang manis “gulagulaan” kebiasaan itulah yang memicu terjadinya gigi
grepes. Bakteri bacteroides, fosobakterium, dan peptostreptococus adalah
spesies yang sering ditemukan diantara pasien dengan kebersihan gigi yang buruk
(Price, 2006 ).
c. Plague
Pada Gigi Terdapat 15 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi
ada plague pada giginya sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia
ada 4 balita. Plague Merupakan kumpulan berbagai macam bakteri di atas pelikel
permukaan gigi. Banyaknya plak sangat tergantung dari macam makanan dan
kebersihan mulut seseorang. Pembentukan plak didahului oleh pelikel yang
terdiri dari glikoprotein dari air ludah. Di atas pelikel ini akan menempel
berbagai macam bakteri yang membentuk koloni Plague pada gigi merupakan salah
satu faktor yang mempunyai resiko tinggi pasien akan terkena pneumonia karena
bakteri spirolekta dan streptococus anaerobik adalah salah satu penduduk yangg
senang dengan kondisi gigi terdapat plague (Isselbecter dkk, 2000). Plak gigi
adalah suatu endapan lunak yang melekat pada permukaan gigi apabila gigi tidak
dibersihkan. Plak berbeda dengan sisa makanan. Sisa makanan bisa dibersihkan
cukup dengan berkumur-kumur, sementara plak tidak. Gigi tidak segera
dibersihkan, bakteri yang melekat akan bertambah banyak baik jumlah maupun
jenisnya, terutama bila memakan makanan yang banyak mengandung karbohidrat,
seperti roti, nasi, mi, cokelat, dan lainnya. Kumpulan bakteri yang melekat
pada permukaan gigi inilah yang disebut sebagai plak (Lubis, 2009).
d. Karang
Gigi Terdapat 10 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi ada
karang pada giginya sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia ada 2
balita. . Karang Gigi, juga dipanggil Kalkulus merupakan longgokan berlapis
keras yang boleh memerangkap kotoran pada gigi. Karang gigi adalah kondisi
plague yang tidak tertangani, karang gigi sangat disenangi oleh bakteri
penyebab pneumonia karena dengan tekstur yang keras akan memudahkan bakteri
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009 berkoloni lebih
lama ( Isselbecter dkk, 2000). Kecepatan pembentukan karang gigi pada tiap
orang juga tidak sama. Namun, rata-rata karang gigi terbentuk 2-3 bulan bila
gigi tidak dibersihkan dengan cara yang tepat. Yang pasti, karang gigi
merupakan tempat yang nyaman untuk menumpuknya plak. Sementara plak sendiri
merupakan ‘markas’ bagi bakteri. Bau mulut terjadi karena bakteri-bakteri
tersebut bukan cuma parkir di dalam plak, tetapi juga memproduksi bahan-bahan
kimia penghasil bau ( Lubis, 2009).
e. Karies
Gigi/Gigi Berlubang. Terdapat 10 balita penderita pneumonia yang pada saat di
observasi ada gigi grepes/gigi berlubang sedangkan untuk balita yang tidak
menderita pneumonia ada 5 balita. Karies gigi atau kavitasi adalah daerah yang
membusuk di dalam gigi, yang terjadi akibat suatu proses yang secara bertahap
melarutkan email (permukaan gigi sebelah luar yang keras) dan terus berkembang
ke bagian dalam gigi. Sama halnya dengan kondisi gigi yang terdapat plague,
bakteri gram negative “spirolekta dan streptococus”juga merupakan penduduk yang
senang dengan kondisi gigi yang berlubang jika bakteri tersebut teraspirasi ke
saluran pernapasan bawah maka dapat menyebabkan pneumonia aspirasi (Isselbecter
dkk, 2000). Gigi berlubang atau caries gigi sering dialami pada anak usia 2
tahun, bahkan gigi belum tumbuh semua, sudah terdapat caries gigi. Harus kita ingat
bahwaanak seusia 2 tahun sangat senang makan camilan dan minum susu dengan dot,
terutama menjelang tidur. Makanan camilan dan susu juga akan merangsang
timbulnya plak dan akhirnya menjadi caries gigi. Mekanisme terjadi timbulnya
caries gigi dimulai dengan makanan yang dikonsumsi, kemudian gigi tidak
dibersihkan dengan benar sehingga permukaan gigi akan timbul penumpukan plak
yang berisi kuman pembentuk asam. Bila kejadian ini berulang, terutama anak
diberi susu setiap malam akan terdapat penumpukan plak, akhirnya akan timbul
caries. Yang harus diingat, jaga kebersihan gigi, dan anak diajarkan sikat gigi
yang benar ( Aditya, 2009 ).
f. Mahkota
Gigi Meninggalkan Akar Gigi Terdapat 2 balita penderita pneumonia yang pada
saat di observasi ada akar gigi yang tertinggal sedangkan untuk balita yang
tidak menderita pneumonia ada 1 balita. Kondisi gigi yang hanya tertinggal
akarnya juga merupakan salah satu tempat dimana bakteri gram negative akan
berkoloni, karena disebutkan bahwa kondisi gigi yang Jurnal Ilmiah Kesehatan
Keperawatan, Volume 5, No. 2, Juni 2009 ompong dan jumlah bakteri gram negative
dalam oral yang rendah lebih kemungkinan untuk menderita pneumonia anaerob
lebih rendah (Isselbecter dkk, 2000). Infeksi di akar gigi maupun di jaringan
penyangga gigi melibatkan lebih dari 350 bakteri dan mikroorganisma. Karena
letak infeksinya sangat dekat dengan pembuluh darah, produk bakteri berupa
toksin dapat menyebar ke seluruh tubuh. Terdapat lebih dari 6 miliar mikroba
tinggal dan hidup di dalam mulut, yang berasal lebih dari 500 strain yang
berbeda. Yang terbanyak adalah Candida albicans, Porphyromonas gingivalis,
Streptococus mutans, Actinobacillusactinomycetemc omitans, Treponema denticola,
dan streptococcus sanguis. Di dalam mulut pasti terdapat bakteri, namun yang
perlu dijaga adalah agar bakteri tersebut tetap dalam keadaan normal ( Aditiya,
2009 ).
g. Peradangan
Pada Gusi Terdapat 1 balita penderita pneumonia yang pada saat di observasi ada
peradangan pada gusinya sedangkan untuk balita yang tidak menderita pneumonia
tidak ada yang gusinya mengalami peradangan. Peradangan gusi merupakan kondisi
dimana plague yang tidak tertangani atau dibiarkan begitu saja dan ini
merupakan salah satu tanda bahwa kondisi gigi yang tidak bersih/sehat ( Darwis,
2009). Pertumbuhan Plaque/plak dipercepat dengan meningkatnya jumlah bakteri
dalam mulut dan terakumulasinya ’kotoran’ bakteri dan sisa makanan. Plaque
mulai terbentuk segera setelah gigi dibersihkan. Jumlah plaque yang
terakumulasi dapat diukur dalam waktu ± 1 jam dan mencapai tingkat kematangan
dalam waktu 1 minggu. Semakin matang plaque, semakin banyak jenis
mikroorganisme yang muncul dan plaque menjadi lebih tebal yang menyebabkan peradangan
gusi (Annas, 2008).
h. Pembusukan
Pada Gusi Dari ke 52 balita yang diobservasi 26 sebagai sampel dan 26 sebagai
kontrolnya tidak ada yang gusinya mengalami pembusukan. Gigi berlubang yang
terlanjur parah akan menyebabkan kematian saraf, gusi akan mengeluarkan nanah
yang kemudian akan mengeluarkan bau yang tidak sedap. Kondisi lembab dan bau
sangat disenangi oleh bakteri sehingga sangat memungkinkan sekali pasien akan
terjadi penyakit pneumonia anaerob ( Mansjoer, 1999 ).
SIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan penelitian di
Puskesmas Klirong II mengenai hubungan antara hygiene gigi dengan kejadian
pneumonia pada balita umur 36 Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5,
No. 2, Juni 2009 – 59 bulan di Puskesmas Klirong II dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari
hasil study pendahuluan didpatkan data bahwa balita yang menderita pneumonia di
tahun 2008 umur 36-59 bulan sebanyak 26 balita di wilayak kerja puskesmas
kilirong II.
2. Dari
26 balita yang menderita pnemonia yang diamati ternyata 17 balita (65%)
memiliki kondisi hygiene gigi yang buruk sedangkan 9 balita (35%) memiliki
hygiene gigi baik. Dari 26 balita yang dijadikan kontrol yang tidak menderita
pnemonia ternyata 18 balita (69%) memiliki kondisi hygiene gigi yang baik
sedangkan 8 balita (31%) memiliki hygiene gigi buruk.
3. Dari
hasil analisa diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hygiene
gigi dengan kejadian pnemonia pada balita usia 36 – 59 bulan di Puskesmas
Klirong II. Tingkat keeratan hubungan ditunjukkan dengan nilai probabilitas
(Sig) 0,024 < 0,05. Hal ini berarti dapat diartikan bahwa kejadian pnemonia
pada balita usia 36 – 59 bulan di Puskesmas Klirong II berhubungan dengan
hygiene gigi yang buruk.
SARAN
Adapun saran yang dapat penulis berikan
sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Menjaga
kebersihan atau hygienitas gigi karena dari hasil penelitian pada balita
penderita pnemonia sebagian besar mempunyai hygiene gigi yang buruk. Kondisi
hygiene gigi yang buruk menyebabkan gigi menjadi tempat berkembangnya bakteri
yang dapat mengakibatkan pnemonia dan diharapkan untuk menghindari faktor
resiko lain.
2. Menambahkan
pustaka yang sudah ada dan lebih diperdalam lagi dalam mempelajari suatu
penyakit sehingga semua faktor dapat terbahas dengan tuntas.
3. Bagi
peneliti selanjutnya agar dapat meneliti lebih lanjut tentang penyakit
pneumonia dengan variabel dan metode yang berbeda.
4. Bagi
Puskesmas agar lebih memperhatikan dan memberikan informasi lebih lanjut kepada
masyarakat tentang faktor resiko terjadinya penyakit pneumonia.
5. Bagi
orang tua penderita pneumonia agar tetap menjaga kebersihan giginya dan siap
siaga untuk mengantar anaknya kepuskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
Aditiya. 2009. Bahaya gigi berlubang.
Htm:///E:/bahaya%20gigi %20berlubang. Diakses tanggal 20 juli 2009.
Alimul, Aziz. 2006. Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak. Surabaya; Salemba Medika
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian
Suatu pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
Volume 5, No. 2, Juni 2009 Behrman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Cecilly. 2002. Keperawatan Pediatrik.
Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth. 2001. Patofisiologi.
Jakarta: EGC
C, Suzanna. 2002. Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta; EGC
Effendy, Christiantie. 2004. Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Fajriwin. 1999. merokok masif. Jakarta:
Media Litbang Kesehatan. Edisi Khusus NO:80
Ngastiyah. 2005. Keperwatan Anak Sakit.
Jakarta: EGC
Potter, Patricia. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Price, Sylvia. 2006. Patofisiologi.
Jakarta: EGC
Tambayong. 2000. Patofisiologi Untuk
Keperawatan. Jakarta; EGC