A. DEFINISI STRUMA
Struma
adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan
kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga
menimbulkan keluhan seperti berdebar-debar, keringat, gemetaran, bicara jadi
gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid
(graves’ disease).
Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme (Hartini,
1987)
Kelainan
glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau
perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler.
Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma (De Jong
& Syamsuhidayat, 1998)
.
Struma
Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi
hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah
sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma
endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral
yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI STRUMA
Kelenjar
thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua
lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik
jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.
Struktur
thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium
membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi
sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar
hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior
hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan
sintesis dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.
Apabila
terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan
sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon
thyroid: Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh dan
Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.
1.
Fungsi
Fisiologis Hormon Tiroid:
a. Meningkatkan transkripsi gen ketika
hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan dengan reseptornya di inti sel.
b. Meningkatkan jumlah dan aktivitas
mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin trifosfat) meningkat.
c. Meningkatkan transfor aktif ion
melalui membran sel.
d. Meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan otak, terutama pada masa janin.
2.
Kelenjar
tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
a. A. thyroidea superior (arteri utama)
b. A. thyroidea inferior (arteri utama)
c. Terkadang masih pula terdapat A.
thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A. anonyma.
3. Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang
vena utama:
a. V. thyroidea superior (bermuara di
V. jugularis interna)
b. V. thyroidea medialis (bermuara di
V. jugularis interna).
c. V. thyroidea inferior (bermuara di
V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:
Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis dan Jalinan kelenjar getah
bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan
isinya ke limfonoduli pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam
sekitar V. jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli
mediastinum superior.
4. Persarafan kelenjar tiroid:
a. Ganglion simpatis (dari truncus
sympaticus) cervicalis media dan inferior
b. Parasimpatis, yaitu N. laryngea
superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus). N. laryngea superior dan
inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara terganggu
(stridor/serak).
Secara
histologi, parenkim kelenjar ini terdiri atas:
a. Folikel-folikel dengan epithetlium
simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa koloid. Sel epitel tersebut
akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih aktif (seperti
perkembangan otot yang terus dilatih).
b. Cellula perifolliculares (sel C)
yang terletak di antara beberapa folikel yang berjauhan.
5.
Mekanisma
Umpan Balik Hormon Dari Kelenjar Tiroid
Efek umpan balik hormon tiroid dalam
menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior. Meningkatnya hormon tiroid di
dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh hipofisis anterior bila
kecepatan sekresi hormon tiroid meningkat sampai kira-kira 1,75 kali dari
normal, maka kecepatan sekresi TSH turun sampai nol. Hampir semua efek
penurunan umpan balik ini terjadi, walaupun seluruh hipofisis anterior telah
dipisahkan dari hipotalamus. Mungkin sekali bahwa peningkatan hormon tiroid
menghambat sekresi TSH oleh hipofisis anterior terutama melalui efek langsung
terhadap kelenjar hipofisis anterior itu sendiri. Mekanisme umpan balik juga
dipakai untuk menjaga agar konsentrasi hormon tiroid bebas dalam sirkulasi
darah tetap berada pada konsentrasi yang hampir normal.
6.
Metabolisme
Basal
Merupakan jumlah keseluruhan
aktivitas metabolisme dalam keadaan istirahat fisik dan mental. Dalam hal ini,
O2 diperlukan sedikit karena jaringan bekerja sedikit. Kecepatan metabolisme
basal diukur pada orang yang istirahat ditempat tidur, sebelum makan dan minum,
pada waktu malam hari, serta keadaan dimana belum terganggu pemasukkan O2
maupun pengenluaran CO2, faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme adlah
sebagai berikut:
1. Ukuran tubuh. Orang gemuk proses
metabolismenya lebih tinggi
2. Umur. Usia remaja dan dewasa terjadi
peningkatan metabolisme tubuh dan menurun setelah usia lanjut.
3. Jenis kelamin. Laki-laki
metabolismenya lebih besar dibandingkan wanita
4. Iklim.
5. Jenis pekerjaan. Pekerja berat kecepatan
metabolisnya lebih tinggi.
Oleh karena hormon tiroid
meningkatkan metabolisme sebagian besar sel tubuh, maka kelebihan hormon ini
kadang kala akan meningkatkan laju metabolisme basal setinggi 60 sampai 100
persen diatas nilai normalnya. Sebaliknya bila tidak ada hormon tiroid yang
dihasilkan, maka laju metabolisme basal menurun sampai hampir setengah nilai
normal. Agar laju metabolisme basal dapat sangat tinggi maka hormon ini
dibutuhkan dalam jumlah yang sangat banyak.
7.
Biosintesis
dan Metabolisme Hormon Tiroid
1. Iodide Trapping, yaitu pejeratan iodium
oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan
mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan satu-satunya jaringan yang dapat
mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang lebih tinggi. Tahap ini
melibatkan enzim peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang
teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil dalam tiroglobulin di dalam
reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe enzim
peroksidase).
4. Perangkaian iodotironil, yaitu
perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4 (tiroksin,
tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3
(triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim
tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH
(Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I, sehingga senyawa inaktif
(MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar
dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam
sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin akan dipisahkan lagi dari
I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.
8. Tirosin akan dibentuk menjadi
tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi.
8.
Pengangkutan
Tiroksin dan Triiodotiroksin Ke Jaringan
Setelah dikeluarkan ke dalam darah,
hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa
protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam
bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa
hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran
dan mampu menimbulkan suatu efek. Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam
pengikatan hormon tiroid:
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin)
yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif
mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin)
yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon
tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biolorgis sekitar empat
kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan
kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu
yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4
yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian,
T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.
9.
Pengaruh
Hormon Tiroid Terhadap metabolisme
1. Efek pada Metabolisme Karbohidrat:
Hormon tiroid merangsang hampir semua aspek metabolisme karbohidrat, termasuk
penggunaan glukosa yang cepat oleh sel, meningkatkan glikolisis, meningkatkan
glukogenesis, meningkatkan kecepatan absorpsi dari saluran cerna, dan bahkan
juga meningkatkan sekresi insulin dan hasil akhirnya adalah efeknya terhadap
metabolisme karbohidrat. Semua efek ini mungkin disebabkan oleh naiknya seluruh
enzim akibat hormon tiroid.
2. Efek pada Metabolisme Lemak: Pada
dasarnya semua aspek metabolisme lemak juga ditingkatkan di bawah pengaruh
hormon tiroid. Secara khusus, lemak secara cepat diangkut dari jaringan lemak,
yang menurunkan cadangan lemak tubuh lebih besar daripada hampir seluruh elemen
jaringan lain. Hormon tiroid juga meningkatkan konsentrasi asam lemak bebas di
dalam plasma dan sangat mempercepat oksidasi asam lemak bebas oleh sel.
C. ETIOLOGI STRUMA
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid
merupakan faktor penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain:
a.
Defisiensi
iodium. Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah
pegunungan.
b.
Kelainan
metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
c.
Penghambatan
sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol, lobak, kacang
kedelai).
d.
Penghambatan
sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya: thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium).
D. KLASIFIKASI STRUMA
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)
Menurut American society for Study of Goiter membagi :
1.
Struma
Non Toxic Diffusa
2.
Struma
Non Toxic Nodusa
3.
Stuma
Toxic Diffusa
4.
Struma
Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya
perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan
hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk
anatomi.
1.
Struma
non toxic nodusa adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa
gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak
dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan
pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a. Kekurangan iodium: Pembentukan
struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d.
Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan
dengan hypothyroidism dan cretinism.
b. Kelebihan yodium: jarang dan pada
umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun
c. Goitrogen :
1) Obat: Propylthiouracil, litium,
phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
2) Agen lingkungan : Phenolic dan
phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan
batubara.
3) Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica
( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet,
singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
d. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam
jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid
e. Riwayat radiasi kepala dan leher :
Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna
(Lee, 2004)
2.
Struma
Non Toxic Diffusa
Etiologi : (Mulinda, 2005)
a. Defisiensi Iodium
b. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto
oatau postpartum thyroiditis
c. Kelebihan iodium (efek
Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.
d. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari
tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin,
dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin
e. Inborn errors metabolisme yang
menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid.
f. Terpapar radiasi
g. Penyakit deposisi
h. Resistensi hormon tiroid
i.
Tiroiditis
Subakut (de Quervain thyroiditis)
j.
Silent
thyroiditis
k. Agen-agen infeksi
l.
Suppuratif
Akut : bacterial
m. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit
granulomatosa parasite
n. Keganasan Tiroid
3.
Struma
Toxic Nodusa
Etiologi : (Davis, 2005)
a. Defisiensi iodium yang mengakibatkan
penurunan level T4
b. Aktivasi reseptor TSH
c. Mutasi somatik reseptor TSH dan
Protein Ga
d. Mediator-mediator pertumbuhan
termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth
factor, dan fibroblast growth factor.
4.
Struma
Toxic Diffusa. Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease,
yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya
(Adediji, 2004)
E. TANDA DAN GEJALA STRUMA
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga
terjadi gangguan menelan. Peningkatan simaptis seperti; jantung menjadi
berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar,
dan kelelahan.
F. PATOFISIOLOGI STRUMA
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan
perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH
reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis,
seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu
kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke
kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa (Mulinda, 2005)
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan
menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan
jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon
tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab
defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid,
defisiensi iodida dan goitrogen (Mulinda, 2005)
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor
agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH,
kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus
atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic
gonadotropin (Mulinda, 2005)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Dilakukan
foto thorak posterior anterior
2.
Foto
polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig
3.
Esofagogram
bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
4.
Laboratorium
darah
5.
Pemeriksaan
sidik tiroid
6.
Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG)
7.
Biopsi
aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
8.
Termografi
9.
Petanda
Tumor
H. PENATALAKSANAAN MEDIS STRUMA
1.
Obat
antitiroid:
a. Inon tiosianat mengurangi penjeratan
iodide
b. Propiltiourasil (PTU) menurunkan
pembentukan hormon tiroid
c. Iodida pada konsentrasi tinggi
menurunkan aktivitas tiroid dan ukuran kelenjar tiroid.
2.
Tindakan
Bedah:
a. Tiroidektomi subtotal yaitu
mengangkat sebgaian kelenjar tiroid. Lobus kiri atau kanan yang mengalami
perbesaran diangkat dan diharapkan kelenjar yang masihtersisa masih dapat
memenuhi kebutuhan tubuh akan hormon-hormon tiroid sehingga tidak diperlukan
terapi penggantian hormon.
b. Tiroidektomi total yaitu mengangkat
seluruh kelenjar tiroid. Klien yang menjalani tindakan ini harus mendapat
terapi hormon pengganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan
dapat dipengaruhi oleh usia, pekerjaan dan aktivitas.
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. IDENTITAS PASIEN
B. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
C. RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit
yang pernah diderita: gondok?
Penyakit
keturunan: gondok?
Operasi:
gondok?
D. RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Keluhan
utama: nyeri?
E. PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1.
Persepsi
kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Apakah klien tahu tentang
penyakitnya?
Apa yang dilakukan jika rasa
sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari
rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering
muncul jika terjadi rasa sakit?
2.
Nutrisi
metabolic
Apakah klien merasa mual/muntah?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, porsi,
jenis, voleme?
3.
Eliminasi
Apakah BAB/BAK teratur, frekuensi,
warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.
Aktivitas
dan latihan
Apakah memerlukan bantuan saat
beraktivitas (mandiri, sebagian, total)?
Apakah pada saat beraktivitas sesak,
palpitasi, kelemahan, cepat lelah?
5.
Tidur
dan istirahat
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang
siang dan/malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.
Kognitif
dan persepsi sensori
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Keluhan gangguan pancaindera?
7.
Persepsi
dan konsep diri
Bagaimana pandangan pasien dengan
dirinya terkait dengan penyakitnya?
8.
Peran
dan hubungan dengan sesame
Bagaimana hubungan dengan orang lain
(teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah merasa pekerjaan terganggu,
siapa yang menggantikan?
9.
Reproduksi
dan seksualitas
Apakah ada gangguan hubungan seksual
klien (mestruasi teratur? Impotensi?)?
10.
Mekanisme
koping dan toleransi terhadap stress
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan
penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu
mengatasi/mencari solusi?
11.
Nilai
dan kepercayaan
Sebelum sakit
Bagaimana kebiasaan dalam
menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit
Apakah ada tindakan medis yang
bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami
mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
F. PEMERIKSAAN FISIK
1.
Keadaan
umum :
2.
Kesadaran
:
3.
Tanda-tanda
vital :
4.
Status
gizi :
5.
Pemeriksaan
Head to toe
a. Kulit, rambut, dan kuku
1) Inspeksi warna kulit, jaringan parut,
lesi dan vaskularisasi
2) Inspeksi dan palpasi kuku tentang
warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3) Palasi kulit untuk mengetahui suhu,
turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b. Kepala:
1) Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak,
kulit kepala (lesi, massa)
2) Palpasi dengan cara merotasi dengan
lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk
mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan
akar rambut.
c. Mata
1) Inspeksi kelopak mata, perhatikan
bentuk dan kesimetrisannya
2) Inspeksi daerah orbital adanya
edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang orbital.
3) Inspeksi konjungtiva dan sklera
dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4) Inspeksi kornea (kejernihan dan
tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya
tidak langsung.
5) Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya
langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek
terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6) Inspeksi iris terhadap bentuk dan
warna
7) Inspeksi dan palpasi kelenjar
lakrimal adanya pembengkakakn dan kemerahan.
8) Uji ketajaman penglihatan (visus),
dengan menggunakan snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari
pasien (nervus optikus).
9) Uji lapang pandang dengan pasien
berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10) Uji gerakan mata pada delapan arah
pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus
okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
d. Hidung
1) Inspeksi hidung eksterna dengan
melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang
keluar.
2) Palpasi lembut batang dan jaringan
lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta
palpasi sinus-sinus hidung.
3) Periksa patensi neres dengan
meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui
hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau
(nervus olfaktorius).
4) Masukkan spekulum hidung dengan
minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna,
lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e. Telinga
1) Inspeksi kesimetrisan dan letak
telinga
2) Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk,
warna, dan adanya lesi.
3) Palpasi kartilago telinga untuk
mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah
daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4) Palpasi tulang telinga (prosesus
mastoideus)
5) Tarik daun teinga secara perlahan ke
atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian
amati liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
6) Uji fungsi pendengaran dengan
menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch).
(nervus auditorius).
f. Mulut dan faring
1) Inspeksi warna dan mukosa bibir,
lesi, dan kelainan koninetal
2) Minta pasien membuka mulut, jika
pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya
caries.
3) Minta pasien buka mulut, inpeksi
lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
4) Inspeksi faring terhadap warna,
lesi, peradangan tonsil
5) Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa
pada ujung lidah (nervus fasialis)
6) Meminta pasien menelan dan
membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
7) Menguji sensasi faring (berkata
”ah”). (nervus vagus).
g. Leher
1) Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan,
warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus
sternokleidomastoideus)
2) Inspeksi gerakan leher ke kanan dan
ke kiri (nervus aksesorius)
3) Inspeksi kelenjar tiroid dengan
minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal
(normalnya tidak dapat dilihat)
4) Palpasi kelenjar limfe/kelenjar
getah bening
5) Palpasi kelenjar tiroid
h. Thorak dan tulang belakang
1) Inspeksi kelainan bentuk thorak
(barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2) Inspeksi kelainan bentuk tulang
belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3) Palpasi adanya krepitus pada kosta
4) Khusus pasien wanita dilakukan
pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.
Paru
posterior, lateral, anterior
1) Inspeksi kesimetrisan paru
2) Palpasi (taktil fremitus) dengan
meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan
paru kanan dan kiri.
3) Palpasi pengembangan paru dengan
meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas
panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
4) Perkusi dari puncak paru ke bawah
(supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara
perkusi: sonor/hipersonor/redup.
5) Auskultasi bunyi paru saat inspirasi
dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal:
whezzing, ronchi, krekles.
j.
Jantung
dan pembuluh darah
1) Inspeksi titik impuls maksimal,
denyutan apical.
2) Palpasi area aorta pada interkosta
ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke
interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5
kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri
(denyut apkal).
3) Perkusi untuk mengetahui batas jantung
(atas-bawah, kanan-kiri).
4) Auskultasi bunyi jantung I dan II
pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5) Periksa vaskularisasi perifer dengan
meraba kekuatan denyut nadi.
k. Abdomen
1) Inspeksi dari depan dan samping pasien
(adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus)
2) Auskultasi 4 kuadran (peristaltik
usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3) Palpasi: epigastrium, lien, hepar,
ginjal, dan suprapubik.
4) Perkusi: 4 kuadran (timpani,
hipertimpani, pekak)
5) Melakukan pemeriksaan turgor kulit
abdomen
6) Mengukur lingkar perut
l.
Genitourinari
1) Inspeksi anus (kebersihan,
lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki
untuk mengetahui pembesaran prostat).
2) Inspeksi alat kelamin/genitalia
wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
3) Inspeksi alat kelamin/genitalia
pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan
ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
4) Palpasi skrotum dan testis sudah turun
atau belum
m. Ekstremitas
1) Inspeksi ekstremitas atas dan bawah:
kesimetrisan, lesi, massa
2) Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
3) Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin,
warna, capillary reffil time, danedema
4) Kaji kemampuan pergerakan sendi
5) Kaji reflek fisiologis: bisep,
trisep, patela, arcilles
6) Kaji reflek patologis: reflek
plantar (babinsky)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Dilakukan
foto thorak posterior anterior
2.
Foto
polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig
3.
Esofagogram
bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
4.
Laboratorium
darah
5.
Pemeriksaan
sidik tiroid
6.
Pemeriksaan
Ultrasonografi (USG)
7.
Biopsi
aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
8.
Termografi
9.
Petanda
Tumor
H. TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat,
dosis, waktu, rute, indikasi?
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
ü Pasien tidak mengeluh nyeri
ü Pasein tidak mengeluh sesak
ü Pernapasan 12-21x/mnt
ü Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
ü Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui
keadaan pasien
2) Monitor derajat dan kualitas nyeri
(PQRST)?
R/mengetahui
rasa nyeri yang dirasakan
3) Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas
dalam
R/mengurangi
rasa nyeri
4) Beri posisi nyaman
R/untuk
mengurangi rasa nyeri
5) Beri posisi semifowler
R/memenuhi
kebutuhan oksigen
6) Libatkan keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan pasien
R/memenuhi
kebutuhan pasien
7) Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat
proses penyembuhan
8) Kolaborasi/lanjutkan pemberian
analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi
rasa nyeri
2.
Perfusi
jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri
terhambat.
Tujuan: Perpusi jaringan serebral
teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria
hasil:
ü Pasien tidak mengeluh pusing
ü Pasien tidak mengeluh sesak napas
ü Pernapasan 12-21x/mnt
ü Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
ü Nadi 60-100x/mnt
ü CRT: <3 detik
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui
keadaan pasien
2) Monitor capillary refill time
R/mengetahui
status keadaan pasien
3) Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui
kemampuan pasien
4) Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat
pemulihan kondisi
5) Beri posisi semi fowler
R/memenuhi
kebutuhan oksigen
6) Bantu aktivitas klien secara
bertahap
R/mengurangi
beban kerja pasien
7) Cegah fleksi tungkai
R/menghindari
penurunan staus kesadaran pasien
8) Beri cukup nutrisi sesuai dengan
diet
R/mempercepat
pemulihan kondisi
9) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi
kebutuhan oksigen
10) Kolaborasi/lanjutkan terapi
transfuse
R/mempercepat
pemulihan kondisi pasien
11) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat;
nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat
proses penyembuhan
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam
memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh teratasi setalah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam dengan kriteria hasil:
ü Pasien tidak mengeluh lemas
ü Makan habis 1 porsi
ü Pasien tidak mual
ü Pasien tidak muntah
ü Berat badan normal/ideal
ü Konjungtiva merah muda
ü Rambut tidak rontok
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui
keadaan pasien
2) Timbang berat badan
R/mengetahui
perubahan berat badan pasien
3) Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui
keadaan pasien
4) Monitor tonus otot, rambut merah dan
mudah patah
R/mengetahui
status kesehatan pasien
5) Monitor intake makanan/minuman
R/mengetahui
nutrisi yang dikonsumsi pasien
6) Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat
pemulihan kondisi
7) Anjurkan makan sedikit dan sering
R/supaya
tidak mual dan tidak muntah
8) Anjurkan pasien untuk meningkatkan
makanan yang mengandung zat besi, Vitamin B12, tinggi protein, dan Vitamin C
R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
9) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat;
nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat
penyembuhan
4.
Hipertermia
berhubungan dengan penyakit.
Tujuan: Hipertermia teratasi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil:
ü Suhu: 36-37°C/axila
ü Pernapasan 12-21x/mnt
ü Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
ü Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: tekanan
darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui
keadaan klien
2) Anjurkan untuk banyak minum ± 2
L/hari
R/memenuhi
kebutuhan cairan
3) Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat
pemulihan kondisi
4) Anjurkan untuk menggunakan pakaian
yang tipis
R/
mengurangi rasa panas
5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan pasien
R/mencukupi
kebutuhan pasien
6) Beri kompres hangat
R/vasodilatasi
pembuluh darah
7) Kolaborasi/lanjutkan pemberian
therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat
penyembuhan
5.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan
sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
ü Pasien bisa menjelaskan pengertian
ü Bisa menyebutkan penyebab
ü Bisa menyebutkan tanda dan gejala
ü Bisa menyebutkan perawatan
ü Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1) Kontrak waktu dengan pasien
R/menetapkan
waktu untuk pendidikan kesehatan
2) Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan
pengetahuan pasien
3) Evaluasi pengetahuan pasien
R/mengetahui
keberhasilan pendidikan kesehatan
4) Anjurkan kepada klien untuk
melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan
kembali pada pasien
6.
Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan
otot pernapasan, defornitas dinding dada.
Tujuan: pola napas tidak efektif
teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria
hasil:
ü Pasien tidak mengeluh pusing
ü Pasien tidak mengeluh sesak napas
ü Pernapasan 12-21x/mnt
ü Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
ü Nadi 60-100x/mnt
ü CRT: <3 detik
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: Tekanan
darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui
keadaan pasien
2) Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui
kemampuan pasien
3) Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat
pemulihan kondisi
4) Beri posisi semifowler
R/mencukupi
kebutuhan oksigen
5) Bantu aktivitas pasien secara
bertahap
R/mengurangi
beban kerja pasien
6) Beri cukup nutrisi sesuai dengan
diet
R/mempercepat
pemulihan kondisi
7) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi
kebutuhan oksigen
7.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas
teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria
hasil:
ü Pasien tidak mengeluh lemas
ü Pasien tidak mengeluh pusing
ü Pasien tidak mengeluh sesak napas
ü Pernapasan 12-21x/mnt
ü Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
ü Nadi 60-100x/mnt
ü CRT: <3 detik
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: Tekanan
darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui
keadaan pasien
2) Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui
kemampuan pasien
3) Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat
pemulihan kondisi
4) Beri posisi semi fowler
R/memenuhi
kebutuhan oksigen
5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan pasien R/mencukupi kebutuhan pasien
6) Bantu aktivitas pasien secara
bertahap
R/mengurangi
bebar kerja pasien
7) Beri cukup nutrisi sesuai dengan
diet
R/mempercepat
pemulihan kondisi
8) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi
kebutuhan oksigen
9) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat;
nama, dosis, waktu, cara, rute
R/mempercepat
penyembuhan
8.
Resiko
infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif,
pertahanan sekunder tidak adekuat.
Tujuan: Pasien tidak mengalami
infeksi setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria
hasil:
ü Daerah tusukan infus tidak ada tanda
peradangan
ü Hasil laboratorium darah
normal(Leukosit, Hb)
Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk
melihat tanda-tanda peradangan
2) Monitor pemeriksaan Laboratorium
darah
R/untuk
melihat kandungan darah
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan
R/untuk
menghindari inos
4) Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat
pemulihan kondisi
5) Batasi pengunjung
R/untuk
mencegah inos
6) Rawat luka setiap hari dwengan teknik
steril
R/mencegah
infeksi 7
7) Beri nutrisi tinggi zat besi,
vitamin C
R/untuk
membantu proses penyembuhan luka
8) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat
antibiotik ; nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat
penyembuhan
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, volume 2, Jakarta: EGC
Hartini.
1987. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Jakarta: FKUI
Syaifudin.
2002. Fungsi Sistem tubuh manusia, Jakarta: Widya Medika
Guyton, C.
Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen
of Physiology and Biophysis, Jakarta: EGC
Junadi,
Purnawan, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, Jakarta: FKUI
Long,
Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC
Price,
Sylvia A, (1998). Patofisiologi, jilid 2, Jakarta: EGC
Tucker,
Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar