BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu,
keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan
kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati. Bagaimana peran
perawat dalam menangani pasien yang sedang menghadapi proses sakaratul maut?
Peran perawat sangat konprehensif dalam menangani pasien karena
peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan bagian integral dari
bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual
(APA, 1992 ), karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar
spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi
ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu
unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan
dokter dan terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran
perawat yang konfrehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas
mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai
fasilisator (memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin
sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat.
Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose
harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit
terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan,
krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien
menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.
Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan
marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini,
pasien tersebut selalu berada di samping perawat.
B.
Tujuan
1. Mendefinisikan bagaimana kondisi seseorang
yang mendekati kematian.
2. Mengetahui konsep teori dari kebutuhan
terminal atau menjelang ajal.
3. Mengkaji dan memaparkan diagnosa dari
kebutuhan terminal.
4. Memberi intervensi serta mengevaluasi
pada klien yang menjelang ajal.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh setiap
mahluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan. Namun sering
kali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam masyarakat kita, umur harapan
hidup semakin bertambah dan kematian semakin banyak disebabkan oleh penyakit-penyakit
degeneratif seperti kanker dan stroke. Pasien dengan penyakit kronis seperti ini
akan melalui suatu proses pengobatan dan perawatan yang panjang.
Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium
terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan,
dan akhirnya kematian. Sebagin besar kematian di rumah sakit adalah kematian
akibat penyakit kronis dan terjadi perlahan-lahan. Pada umumnya, dokter dan perawat
lebih mudah menghadapi kematian yang muncul secara perlahan-lahan. Mereka tidak
dipersiapkan dengan baik untuk berhadapan dengan ancaman kematian.
Ditengah keputusasaan, sering kali terdengar ”Kami sudah melakukan
segalanya yang bisa dilakukan...” Namun kini telah mulai disadari untuk pasien terminal
pun profesi medis masih dapat melakukan banyak hal. Jika upaya kuratif tidak dimunginkan
lagi, masih luas kesempatan untuk upaya paliatif. Pada stadium lanjut, pasien
dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri,
sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan
psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak
hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin
yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care. Dalam perawatan paliatif
maka peran perawat adalah memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk
membantu pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan seoptimal mungkin.
B.
Konsep
Materi
1. Pengertian
·
Keadaan
Terminal
Adalah
suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak tidak ada harapan lagi bagi
si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau
suatu kecelakaan.
·
Kematian
Adalah
suatu pengalaman tersendiri, dimana setiap individu akan mengalami atau menghadapinya
seorang diri, sesuatu yang tidak dapat dihindari, dan merupakan suatu kehilangan.
2.
Tahap-tahap
Menjelang Ajal.
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan
atau membagi tahap-tahap menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu :
a. Menolak (Denial)
Pada
tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang sebenarnya terjadi dan menunjukkan
reaksi menolak.
b. Marah (Anger)
Kemarahan
terjadi karena kondisi klien mengancam kehidupannya dengan segala hal yang telah
diperbuatnya sehingga menggagalkan cita-citanya.
c. Menawar (Bargaining)
Pada
tahap ini kemarahan baisanya mereda dan pasien malahan dapat menimbulkan kesan sudah
dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
d. Kemurungan (Depresi)
Selama
tahap ini, pasien cen derung untuk tidak banyak bicara dan mungkin banyak menangis.
Ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan tenang disamping pasien yang sedangan
melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
e. Menerima atau Pasrah (Acceptance)
Pada
fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh klien dan keluarga tentang
kondisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi yaitu kematian. Fase ini sangat
membantu apabila kien dapat menyatakan reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang
terbaik bagi dirinya menjelang ajal. Misalnya: ingin bertemu dengan keluarga terdekat,
menulis surat wasiat.
3.
Tipe-tipe
Perjalanan Menjelang Kematian.
Ada 4 type dari perjalanan proses kematian,
yaitu :
a. Kematian yang pasti dengan waktu yang
diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
b. Kematian yang pasti dengan waktu tidak
bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.
c. Kematian yang belum pasti, kemungkinan
sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya
kanker.
d. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak
tentu, terjadi pada pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.
4.
Tanda-tanda
Klinis Menjelang Kematian.
a. Kehilangan Tonus Otot, ditandai :
1) Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi
turun.
2) Kesulitan dalam berbicara, proses menelan
dan hilangnya reflek menelan.
3) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal,
ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi dan sebagainya.
4) Penurunan control spinkter urinari dan
rectal.
5) Gerakan tubuh yang terbatas.
b. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai
:
1) Kemunduran dalam sensasi.
2) Cyanosis pada daerah ekstermitas.
3) Kulit dingin, pertama kali pada daerah
kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung.
c. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda
vital :
1) Nadi lambat dan lemah.
2) Tekanan darah turun.
3) Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak
teratur.
d. Gangguan Sensoria : Penglihatan kabur.
e. Gangguan penciuman dan perabaan.
5.
Tanda-tanda
Klinis Saat Meninggal :
a. Pupil mata melebar.
b. Tidak mampu untuk bergerak.
c. Kehilangan reflek.
d. Nadi cepat dan kecil.
e. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok.
f. Tekanan darah sangat rendah.
g. Mata dapat tertutup atau agak terbuka.
6.
Tanda-tanda
Meninggal secara klinis.
Secara tradisional, tanda-tanda klinis
kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah.
Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi
kematian, yaitu :
a. Tidak ada respon terhadap rangsangan
dari luar secara total.
b. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya
pernafasan.
c. Tidak ada reflek.
d. Gambaran mendatar pada EKG.
7.
Macam
tingkat Kesadaran atau Pengertian dari Pasien dan Keluarganya terhadap Kematian.
Strause et all (1970), membagi kesadaran
ini dalam 3 type :
a. Closed Awareness atau Tidak Mengerti.
Pada
situasi seperti ini, dokter biasanya memilih untuk tidak memberitahukan tentang
diagnosa dan prognosa kepada pasien dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini
sangat menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan
keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan langsung,
kapan sembuh, kapan pulang dan sebagainya.
b. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian
yang Ditutupi.
Pada
fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk menentukan segala sesuatu yang
bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
c. Open Awareness atau Sadar akan keadaan
dan Terbuka.
Pada
situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang
menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir. Keadaan
ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan
saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.
8.
Bantuan
yang dapat Diberikan.
·
Bantuan
Emosional:
a. Pada Fase Denial.
Perawat
perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara mananyakan tentang
kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada Fase Marah atau anger.
Biasanya
pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah. Perawat
perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal dalam merespon
perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan
kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan ras aman dan akan
menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam
menumbuhkan rasa aman.
c. Pada Fase Menawar.
Pada
fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong pasien untuk
dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk
akal.
d. Pada Fase Depresi.
Pada
fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan oleh
pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan
tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga
menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Pada Fase Penerimaan.
Fase
ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-temannya
dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan
seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya sendiri
sebatas kemampuannya.
9.
Bantuan
Memenuhi Kebutuhan Fisiologis :
a. Kebersihan Diri.
Kebersihan
dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya dalam hal
kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit.
Beberapa
obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti
morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi
nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan
melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas.
Untuk
klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi
lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang
tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut
dan pemberian oksigen.
d. Bergerak.
Apabila
kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun dari
tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik,
jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot
sudah menurun
e. Nutrisi.
Klien
seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan
annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian
makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang
berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum
diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena atau Invus.
f. Eliminasi.
Karena
adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi, inkontinen
urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan
inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang
diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah
sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
g. Perubahan Sensori.
Klien
dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau menghadapkan
kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi tidak
dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak
berbisik-bisik.
10.
Bantuan
Memenuhi Kebutuhan Sosial.
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang
isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin
didatangkan untuk bertemu dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya:
teman-teman dekat, atau anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan
dengan sakitnya dan perlu diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat
menerima kunjungan kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien
untuk membersihkan diri dan merapikan diri.
d. Meminta saudara atau teman-temannya untuk
sering mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien
apabila klien mampu membacanya.
11.
Bantuan
Memenuhi Kebutuhan Spiritual.
·
Menanyakan
kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana klien selanjutnya
menjelang kematian.
·
Menanyakan
kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk memenuhi kebutuhan
spiritual.
·
Membantu
dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya.
C.
Asuhan
Keperawatan
·
Tanda-tanda
Kematian :
1. Dini :
-
Pernafasan
terhenti, penilaian > 10 menit (inspeksi, palpasi auskultasi.
-
Terhentinya
sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
-
Kulit
pucat.
-
Tonus
otot menghilang dan relaksasi.
-
Pembuluh
darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca kematian.
-
Pengeringan
kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit (hilang dengan penyiraman air.
2. Lanjut (Tanda pasti kematian)
-
Lebam
mayat (livor mortis).
-
Kaku
mayat (rigor mortis).
-
Penurunan
suhu tubuh (algor mortis).
-
Pembusukan
(dekomposisi).
-
Adiposera
(lilin mayat).
-
Mumifikasi
·
Gejala
dan masalah yang sering dijumpai pada berbagai sistem Organ.
-
Sistem
Gastrointestinal: Anorexia, konstipasi, mulut kering dan bau, kandidiasis dan sariawan
mulut.
-
Sistem
Genitourinaria : Inkontinensia urin.
-
Sistem
Integumen : Kulit kering (pecah-pecah) dan dekubitus.
-
Sistem
Neurologis : Kejang.
-
Perubahan
Status Mental : Kecemasan, halusinasi dan depresi.
1. Pengkajian :
Perawat harus memahami apa yang dialami
klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan
bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya
dapat meninggal dengan tenang dan damai. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap
penyakit yang mengancam hidup kedalam empat fase, yaitu :
a. Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui
ada gejala atau faktor resiko penyakit.
b. Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis.
Klien
dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal,
maupun psikologis.
c. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit
dan pengobatannya. pasti terjadi.
d. Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami
berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun social-spiritual.
Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain
:
·
Problem
Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes,
sirkulasi perifer menurun, perubahan mental : Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi secret, dan nadi ireguler.
·
Problem
Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang
diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal
bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi
urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit
misalnya : Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan
atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
·
Problem
Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak,
mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.
·
Problem
suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
·
Problem
Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi
menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
·
Problem
nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
·
Problem
Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
·
Masalah
Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain
yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri,
tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan
komunikasi atau barrier komunikasi.
·
Perubahan
Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal
dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi
peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan
menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan,
kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Faktor-faktor yang perlu dikaji :
1. Faktor Fisik
Pada
kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada
fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran,
nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat
harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin mengalami
berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek
terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor Psikologis
Perubahan
Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan
mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi
wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain
yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri
dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada
klien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat
harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi
ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi,
dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan
sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi
diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga
terdekat untuk selalu menemani klien.
4. Faktor Spiritual
Perawat
harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap pasien
menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah
semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-saat seperti
ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat
terakhirnya.
Konsep
dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien Terminal nilai, sikap,
keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang mempengaruhi reaksi
klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan
berduka dan menghadapi kematian atau menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan
setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi
menghakimi harus dihindari.
Keyakinan
spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu
memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive
terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan
spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
2. Diagnosa Keperawatan :
I.
Ansietas
(ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang
tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian
dan efek negatif pada pada gaya hidup.
II.
Berduka
yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan fungsi
perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
III.
Perubahan
proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut akan hasil
( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan ).
IV.
Resiko
terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung
keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.
3. Intervensi :
Diagnosa I :
1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya
:
·
Berikan
kepastian dan kenyamanan.
·
Tunjukkan
perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari pertanyaan.
·
Dorong
klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan
pengobtannya.
·
Identifikasi
dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas mempunbyai penyempitan lapang
persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk memperburuk
masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional dan
nyeri fisik.
2. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan
pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh
informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat.
Klien dengan ansietas berat atauparah tidak menyerap pelajaran.
3. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan
ketakutan-ketakutan mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn
kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
4. Berika klien dan keluarga kesempatan
dan penguatan koping positif Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan
renson koping positif yang akan datang.
Diagnosa II :
1. Berikan kesempatan pada klien da keluarga
untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna
pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat
Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa kematian sedang
menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan
yang dalam dan respon berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu
klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap
situasi tersebut.
2. Berikan dorongan penggunaan strategi
koping positif yang terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi
koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
3. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan
atribut diri yang positif Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan
diri dan penerimaan kematian yang terjadi.
4. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian
yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung
adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.
5. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh
perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa
klien sakit terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :
·
Membantu
berdandan.
·
Mendukung
fungsi kemandirian.
·
Memberikan
obat nyeri saat diperlukandan.
·
Meningkatkan
kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 ).
Diagnosa III :
1. Luangkan waktu bersama keluarga atau
orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan
me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan
dan meningkatkan pembelajaran.
2. Izinkan keluarga klien atau orang terdekat
untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan
perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi
untuk mengatasinya.
3. Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU.
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
4. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan
postoperasi yang dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5. Anjurkan untuk sering berkunjung dan
berpartisipasi dalam tindakan perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat
meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6. Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber
komunitas dan sumber lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial
, koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber
tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi keluarga.
Diagnosa IV :
1. Gali apakah klien menginginkan untuk
melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang
memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya Bagi klien yang mendapatkan nilai
tinggi pada do’a atau praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti
dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
2. Ekspesikan pengertrian dan penerimaan
anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien menunjukkan
sikap tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan
keyakinan dan prakteknya.
3. Berikan privasi dan ketenangan untuk
ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan Privasi dan ketenangan
memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan.
4. Bila anda menginginkan tawarkan untuk
berdo,a bersama klien lainnya atau membaca buku ke agamaan Perawat meskipun yang
tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien
memenuhi kebutuhan spritualnya.
5. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin
religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan
pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan
ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting ( Carson 1989 ).
4. Evaluasi :
1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan
perasaannya pada perawat.
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima
kenyataan.
3. Klien selalu ingat kepada Tuhan yang
maha Esa dan selalu bertawakkal.
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan
Tuhan yang maha Esa akan kembali kepadanya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kondisi Terminal
adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit atau sakit yang tidak mempunyai
harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan proses kematian.
Respon klien
dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, social
yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.
Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
Orang yang
telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita penyakit
kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan.
Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang
akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan
takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan
sepanjang hidup.
Seseorang yang
menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup, merespon terhadap
berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi. Perhatian
utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada kehilangan
kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau tekanan psikologis
yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang dicintai.
B.
Saran
- Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai.
- Ketika merawat klien menjelang ajal atau terminal, tanggung jawab perawat harus mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
- Perawat harus lebih toleran dan rela meluangkan waktu lebih banyak dengan klien menjelang ajal, untuk mendengarkan klien mengekspresikan duka citanya dan untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.
- Asuhan perawatan klien terminal tidaklah mudah. Perawat membantu klien untuk meraih kembali martabatnya. Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan intervensi yang dapat meningkatkan kualitas hidup, klien harus dirawat dengan respek dan perhatian penuh. Dalam melakukan perawatan keluarga dan orang terdekat klien harus dilibatkan, bimbingan dan konsultasi tentang perawatan diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Smith, Sandra
F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills. Basic to Advanced
Skills, Fourth Ed, 1996. Appleton&Lange, USA.
Craven, Ruth
F. Fundamentals of nursing : human healt and function.
Kozier, B.
(1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics and Values.
California
: Addison Wesley
repost ya
BalasHapus